TEMPO.CO , Jakarta: -- Puluhan perusahaan tambang sektor minyak dan gas, mineral, serta batu bara belum menyerahkan data produksi dan pajak kepada Tim Transparansi Industri Ekstraktif yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari 128 perusahaan, yang belum menyetor mencapai 59 perusahaan, yaitu 14 perusahaan minyak dan gas, 8 perusahaan mineral, dan 37 perusahaan batu bara.
“Termasuk lima perusahaan minyak dan gas asal Cina yang memegang lima production sharing contract,” kata anggota Tim Transparansi, Maryati Abdullah, kepada Tempo, Minggu 6 Mei 2012.
Perusahaan tambang yang wajib menyetor data produksi dan pajak terdiri atas 57 perusahaan minyak dan gas, 17 perusahaan mineral, yakni emas, tembaga, timah, dan nikel, serta 54 perusahaan batu bara.
Perusahan minyak dan gas asal Cina tersebut, kata Maryati, menguasai Blok Jabung dan Bangko di Jambi, Blok Tuban, serta Salawati Kepala Burung dan Bermuda Kepala Burung, Papua Barat. Perusahaan lain yang belum melaporkan data produksi dan pajak setoran termasuk anak perusahaan Exxon Mobil di Blok Pase-Aceh Timur; Medco yang mengelola Blok Tomori dan Lematang; Korinci Baru anak usaha Bakri Group; dan Talisman.
Adapun perusahaan mineral yang belum menyetor di antaranya Newmont Nusa Tenggara, Belitung Industri Sejahtera, Bukit Timah, Donna Kebara Jaya, DS Jaya Abadi, Gunung Sion, Indo Muro Kencana, dan Makmur Jaya. Sedangkan perusahaan batu bara yang belum menyerahkan laporan tersebut di antaranya Kideco Jaya Agung, Antang Gunung Meratus, Bahari Cakrawala Sebuku, Bangun Banua Persada Kalimantan, Transisi Energi Satunama, dan Trubaindo Coal Mining.
Menurut Maryati, tidak ada alasan perusahaan tersebut tidak menyerahkan laporannya karena permintaan sudah diajukan satu setengah tahun yang lalu. Laporan ini bagian dari upaya Indonesia masuk kelompok negara-negara yang transparan dalam industri pertambangannya. “Sudah tergabung 33 negara,” ujarnya.
Tim Transparansi berwenang meminta data produksi dan pajak yang disetor sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010. “Perusahaan tambang wajib menyampaikan laporan pembayaran penerimaan negara dan volume hasil tambang," ujarnya. Laporan yang diminta akan diaudit oleh auditor independen dan akan dibandingkan dengan data penerimaan negara. Anggota tim berhak menolak atau menerima penjelasan tersebut. Tim dapat merekomendasikan kepada DPR untuk meminta audit khusus Badan Pemeriksa Keuangan.
AKBAR TRI KURNIAWAN