TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia menyatakan rasio kredit seret kendaraan bermotor bisa mencapai 10 persen bila rasio uang muka kendaraan tidak dinaikkan. Selama ini kredit seret kendaraan bermotor masih di bawah 10 persen.
Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Filianingsih Hendarta, mengatakan Bank Indonesia memiliki dua alasan mengeluarkan aturan untuk menaikkan uang muka kendaraan dan perumahan. "Memperkuat ketahanan sektor keuangan sehingga sumber-sumber rawan bisa kami atasi seperti kredit konsumsi yang bertumbuh berlebihan dan sekaligus untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian kredit," ujarnya.
Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran terkait uang muka KPR dan KKB pada 15 Maret 2012. Dalam beleid tersebut, BI menetapkan rasio pinjaman terhadap uang muka (LTV) maksimal 70 persen (uang muka 30 persen) untuk kredit kepemilikan rumah dengan tipe bangunan di atas 70 m2. Aturan ini tak berlaku untuk KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.
Sementara itu, pengaturan uang muka KKB terbagi dalam tiga ketentuan. Uang muka minimal untuk kredit kendaraan bermotor roda dua ditetapkan sebesar 25 persen. Sementara itu, untuk kendaraan bermotor roda empat ditetapkan sebesar 30 persen. Adapun untuk kendaraan roda empat atau lebih yang digunakan untuk kegiatan produktif, uang muka minimal sebesar 20 persen.
Filiani menjelaskan, dengan kondisi perekonomian Indonesia yang membaik dan peringkat investment grade dari dua lembaga pemeringkat dunia, ramalan ke depan, aliran modal asing akan bertambah. Hal tersebut akan menyebabkan pendanaan yang bertambah. "Artinya dengan predikat layak investasi, maka dipastikan kredit akan meningkat pesat," ujarnya.
Kemudahan orang memperoleh kredit akan membuat tingginya permintaan. Berdasarkan tren historis, peningkatan jumlah kredit berkorelasi dengan kenaikan harga properti. Hal inilah yang dikhawatirkan dapat mendorong bubble atau harga menggelembung melampaui harga riil. Hal ini dinilai berbahaya karena jika terjadi goncangan dalam perekonomian, NPL bisa meningkat. Dalam kondisi ektrem, harga bisa turun drastis karena keinginan orang membeli turun.
"Untuk KPR, kalau supply terbatas, tapi demand banyak, harganya akan tinggi akan terjadi bubble. Harga melampaui harga seharusnya," ujarnya. Sementara itu, untuk kendaraan bermotor, rendahnya uang muka membuat orang dengan mudah mengajukan KKB. "Dengan Rp 100 ribu-Rp 200 ribu sudah bisa mendapat kendaraan bermotor. Kondisi ini perlu mendapat perhatian. Karena meski NPL kecil, tetapi ada banyak juga kendaraan bermotor yang disita. "Ada yang 1-2 bulan diambil lagi," ujarnya. Pertimbangan inilah yang membuat BI akhirnya menetapkan aturan LTV.
Menurut data Bank Indonesia, secara umum sejak tahun 2001, KPR dan KPA selalu tumbuh lebih tinggi dibanding kredit lainnya. Menurut data Desember 2011, Kredit KPR tercatat bertumbuh 32,90 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan KKB bertumbuh 32,12 persen (kendaraan roda empat 62,2 persen dan roda dua 4,7 persen). KPR dan KKB bertumbuh di atas pertumbuhan rata-rata total kredit, yakni 24,9 persen.
Sementara itu, pertumbuhan kredit KPR per Januari 2012 tercatat naik 43,04 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sedangkan KKB tumbuh 29,33 persen (kendaraan roda empat tumbuh 50 persen dan roda dua 11,5 persen). Pertumbuhan tersebut diatas pertumbuhan rata-rata total kredit yang mencapai 23,72 persen.
Rasio kredit macet (NPL) KPR per Desember 2011 sebesar 1,83 persen dan 2,12 persen pada Januari 2011. Rasio NPL KKB sebesar 0,94 persen (per Desember 2011) dan 1 persen (per Januari 2012). Sementara itu, untuk KKB yang dikeluarkan perusahaan pembiayaan berada pada kisaran 2,8 persen. "Assesment kami menunjukkan semakin rendah uang muka, maka rasio NPL semakin tinggi," ujar Filiani.
MARTHA THERTINA