TEMPO.CO, London - Menurut prediksi Bank Dunia, Indonesia akan mempunyai pengaruh penting dalam kompetisi ekonomi dunia pada 2025. "Ada enam negara yang menyumbang setengah dari pertumbuhan ekonomi global, yakni Cina, India, Brasil, Korea Selatan, Rusia, serta Indonesia," ujar Sri Mulyani Indraswati, Direktur Pelaksana Bank Dunia, dalam kuliah umum di London School of Economics, Selasa 7 Februari 2012.
Situasi itu akan berdampak terhadap transfer ilmu tidak hanya terjadi dari negara maju ke negara berkembang. Sebaliknya, negara maju akan mempelajari kiat-kiat kebijakan publik yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi di negara berkembang.
Kemajuan di sejumlah negara berkembang dan pertumbuhan ekonomi di negara Asia Timur tak lepas dari apa yang disebut fenomena pembangunan internasional. Menurut Sri Mulyani, fenomena itu belum menyelesaikan masalah keadilan distribusi hasil pembangunan ekonomi di sejumlah negara.
Sebab indikator makroekonomi saja tidak cukup. Dengan begitu, kata mantan Menteri Keuangan ini, perlu perhitungan konteks politik, budaya, dan sosial dalam memformulasikan kebijakan ekonomi dan kebijakan fiskal yang baik.
Sri mengungkapkan setiap negara perlu memperhitungkan urutan eksekusi kebijakan serta menyediakan jaring pengaman sosial yang cukup bagi rakyat miskin. Keterlibatan rakyat dalam menentukan arah kebijakan, kata Sri, kini semakin berperan di sejumlah negara. Contohnya adalah revolusi dunia Arab serta krisis ekonomi global.
Sri mengatakan kasus revolusi Arab bisa menjadi contoh yang pas bagaimana masyarakat bisa menjadi penggerak pengubahan suatu negara. "Revolusi Arab menunjukkan bahwa peranan masyarakat semakin besar dalam menyuarakan aspirasi, dan itu didorong oleh penggunaan teknologi komunikasi yang semakin maju,” ujar dia.
Itu sebabnya Bank Dunia mencoba menyesuaikan fenomena ini dengan aktif melibatkan masyarakat sipil dalam proses pemberian bantuan pembangunan. "Bank Dunia secara pro-aktif mempublikasikan data pembangunan serta memberikan akses data itu kepada masyarakat secara gratis," kata Sri.
Semangat keterbukaan informasi itu pula yang dirasakan Sri Mulyani selama menjabat Menteri Keuangan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saat itu saya harus menghadapi fenomena baru berupa tuntutan transparansi dan akuntabilitas di mana berbagai elemen masyarakat ataupun lembaga resmi negara harus dihadapi dan diajak bekerja sama,” katanya.
Profesor Robert Wade dari Departemen Pembangunan Internasional London School of Economics yang memandu kuliah umum Sri Mulyani, menunjukkan kekaguman pada perempuan asal Semarang ini. Bagi Wade, Sri Mulyani tak hanya memiliki pengetahuan serta kemampuan teknis tinggi dalam isu-isu ekonomi, tapi juga kepekaan politik kuat dalam menangani berbagai isu pembangunan. “Apabila diberi otoritas penuh, saya tidak akan segan mengangkat beliau menjadi Presiden Bank Dunia,” katanya.
DIANING SARI/VISHNU JUWONO