TEMPO Interaktif, Jakarta - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan beleid Tobacco Act yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat menyebabkan perlakuan tidak seimbang terhadap rokok beraroma cengkeh. Dengan adanya aturan itu, rokok produksi Indonesia tersebut dilarang beredar di Amerika. Tapi rokok beraroma mentol yang dibuat di negara Abang Sam itu bebas dijual.
"Berdasarkan hasil ini, artinya kita bisa buktikan bahwa Amerika melakukan diskriminasi," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gusmardi Bustami ketika dihubungi kemarin.
Hal ini menanggapi laporan yang dirilis WTO di Jenewa, 2 September lalu. Dalam laporannya, Panel menilai pembatasan rokok kretek tidak konsisten dengan artikel 2.1 pada perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT). "Rokok kretek mendapatkan perlakuan yang kurang menguntungkan dibanding rokok mentol," kata panel.
Panel juga menemukan bahwa rokok kretek dan rokok beraroma mentol adalah produk sejenis. Hal ini berdasarkan temuan faktual bahwa keduanya adalah jenis rokok beraroma dan bisa menjadi daya tarik bagi anak muda atau perokok pemula.
Campur tangan WTO dalam kekisruhan perdagangan kedua negara ini dimulai pada Juni 2009. Saat itu, Presiden Barack Obama mengesahkan aturan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act.
Dengan adanya aturan tersebut, produksi dan penjualan rokok kretek dan rokok beraroma lainnya dilarang di Amerika. Namun peraturan ini telah mengecualikan rokok beraroma mentol. Alasannya, rokok beraroma dianggap lebih berbahaya bagi perokok pemula atau anak muda.
Akibatnya, Indonesia tidak bisa lagi mengekspor rokok kretek ke negara tersebut. Potensi kerugian Indonesia akibat aturan ini mencapai US$ 200 juta per tahun.
Karena itu, pemerintah Indonesia bernegosiasi dengan Amerika terkait dengan aturan itu sejak 7 April 2010, tapi tak kunjung mendapatkan titik temu. Akhirnya, Indonesia mengajukan sidang panel kepada badan penyelesaian sengketa (dispute settlement body) WTO untuk menyelesaikan masalah ini. Negara yang menjadi pihak ketiga pada panel adalah Brasil, Kolombia, Republik Dominika, Uni Eropa, Guatemala, Meksiko, Norwegia, dan Turki.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi berharap setelah kesimpulan panel ini, akan segera dikeluarkan laporan akhir WTO. Sebab aturan ini pasti merugikan industri rokok dalam negeri yang tak lagi bisa mengekspor rokok kretek ke Amerika.
Gusmardi memperkirakan laporan akhir dari sidang panel bisa berupa pernyataan bahwa Amerika melakukan diskriminasi. Panel juga membuat rekomendasi yang bisa meminta agar aturan dicabut sehingga Indonesia bisa kembali mengekspor rokok.
Rekomendasi lain bisa jadi pelarangan peredaran semua jenis rokok, termasuk yang beraroma mentol. Gusmardi mengatakan rekomendasi WTO memang tidak wajib dilakukan. "Tapi dunia akan tahu kalau Amerika diskriminatif, dan jika tidak menjalankan rekomendasi, akan kesulitan sendiri."
Pengamat ekonomi, Pande Raja Silalahi, menyatakan pemerintah Indonesia masih bisa mengajukan bukti baru dan hasil penelitian yang lebih kuat. "Kalau mereka mengatakan rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok mentol, Indonesia harus punya penelitian tandingannya," ucapnya.
Salah satu yang bisa dijadikan alat argumentasi lanjutan adalah pernyataan WTO bahwa rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis. Karena kedua jenis rokok itu berpengaruh negatif terhadap perokok pemula, seharusnya peredaran rokok mentol pun dilarang.
EKA UTAMI APRILIA