TEMPO Interaktif, Jakarta - Ekonom Standard Chartered Bank Erick Sugandhi menyatakan, kredit konsumsi belum melewati ambang batas. Ada beberapa parameter yang bisa dipakai untuk menyimpulkannya. Gejalanya bisa dilihat dari pertumbuhan kredit konsumsi yang melebihi kredit investasi dan kredit modal kerja. Kemudian apakah share pertumbuhan kreditnya sebagian besar mengucur ke kredit konsumsi atau tidak. "Saya sih masih belum melihat, tapi kita juga harus waspada," ujar Erick saat dihubungi Tempo, Kamis, 25 Agustus 2011.
"Jangan sampai lebih dari 50 persen. Kalau lebih dari 50 persen kredit konsumsinya dari total kredit berarti pertumbuhan kredit diarahkan ke kredit kurang produktif," katanya. Tapi, ia melihat, sinyal itu belum terbukti. Level kredit konsumsi masih di bawah 50 persen.
Secara umum pertumbuhan kredit konsumsi tumbuh 23,2 persen year on year. Lebih tinggi dari kredit investasi mencapai 20,8 persen. Sedangkan kredit modal kerja mencapai 23,8 persen. Kredit rumah mencapai Rp 17,9 triliun year to date hingga Juni, kredit kendaraan mencapai Rp 12,6 triliun, kredit multiguna mencapai Rp 14,5 triliun, dan bukan lapangan usaha lainnya (termasuk kartu kredit) Rp 21,3 triliun.
Bank Indonesia menilai pertumbuhan kredit ini lebih produktif dibanding tahun lalu. Karena pertumbuhan kredit investasi bisa mengimbangi cepatnya pertumbuhan kredit konsumsi. Dari sisi sektoral, kredit juga menunjukkan pertumbuhan yang positif. Dari sektor perdagangan, tahun lalu masih negatif.
Saat ini, sudah Rp 15,9 triliun. Konstruksi yang sebelumhya minus juga sudah mencapai Rp 5,6 triliun year to date. "Yang besar adalah jasa dunia usaha, sudah Rp 22 triliun, Industri juga sudah meningkat Rp 24,7 triliun," terang Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Wimboh Santoso. Sektor industri, pengakutan mencapai Rp 9,4 triliun ytd, jasa sosial Rp 5,7 triliun, pertambagangan Rp 9,4 triliun, dan listrik Rp 6,5 triliun.
Sementara itu, ihwal rencana BI menaikkan Loan to Value kredit konsumsi, dinilai positif oleh Erick. "Kalau memang tujuannya baik mencegah bubble di sistem keuangan kenapa tidak. Saya setuju-setuju saja, daripada terlambat," katanya.
FEBRIANA FIRDAUS