TEMPO Interaktif, Jakarta - Produksi minyak dari sumur-sumur tua yang ada di Indonesia diyakini tidak akan mampu mendongkrak produksi minyak nasional sehingga dapat mencapai target produksi nasional sebesar 970 ribu barel per hari sebagaimana ditetapkan dalam APBN 2011.
Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Teknik Perminyakan ITB yang sekaligus Sekretaris Pimpinan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BPMigas), Rudi Rubiandini, Rabu (20/4). "Produksi dari sumur tua sangat kecil paling maksimal hanya 5 barel per hari,"' kata dia.
Berdasarkan data, terdapat 5.244 sumur tua atau suspended yang terdapat di wilayah Jawa (797 sumur), Kalimantan dan Timur Indonesia (2.132 sumur),dan wilayah Sumatera (2.094 sumur)."Tapi tahun ini kalau bisa mengaktifkan 100 sumur saja sudah bagus," tekannya.
Alasannya, Indonesia belum memiliki perlatan produksi minyak yang terjangkau agar bisa digunakan untuk mengelola sumur tua. Teknologi yang digunakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terlalu mahal bagi badan usaha milik daerah (BUMD). Hasilnya, produksi sumur tua tidak akan bisa banyak.
Kendala dalam pengembangan sumur tua ini juga diakui oleh Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Salis S Aprilian. Sumur tua yang terdapat di Indonesia menurutnya tidak dapat langsung diproduksikan , beberapa sumur ada yang lapisannya sudah bocor dan tidak mulus, kemudian ada yang di dalamnya terdapat benda seperti batu dan besi karena saat ditinggalkan dibiarkan."Belum lagi tekanan reservoir sumur tua yang rendah , sehingga untuk memproduksi dua barel minyak harus dikelola dengan gunakan 98 barel air," paparnya.
Kondisi ini juga diperparah dengan minimnya data dan informasi mengenai sumur-sumur tua. Dalam praktiknya, sering terjadi dalam data dinyatakan terdapat sumur tua di satu daerah tetapi ternyata sulit untuk menemukannya.
Pengelolaan sumur tua juga dinilai tidak ekonomis. Menurut hitungan Peneliti IATMI Sayoga Heru Prayitno, biaya produksi untuk sumur tua mencapai US$ 25 per barel tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Reaktivasi sumur tua dengan metode produksi tradisional membutuhkan dana sebesar Rp 200 juta dan jangka waktu 290 hari. Sementara ,dengan menggunakan teknologi tepat guna, dibutuhkan dana sebesar Rp 300 juta dan waktu 21 hari.
GUSTIDHA BUDIARTIE