TEMPO Interaktif, Jakarta - Masuknya barang dari Cina mulai mengancam kelangsungan pengusaha Indonesia. Direktur Jenderal Kerjasama Internasional Kementerian Perindustrian Agus Tjahjana mengatakan kenaikan volume impor barang dari Cina memicu penurunan produksi di sektor industri. Penurunan juga terjadi pada penjualan, keuntungan yang diperoleh pengusaha, bahkan tenaga kerja.
Kesimpulan itu menurut Agus berdasar hasil survei kementerian perindustrian terhadap 228 pos tarif yang termasuk kategori industri sensitif, yaitu besi dan baja, tekstil dan produk tekstil, permesinan, elektronik, kimia anorganik dasar, petrokimia, furnitur, kosmetik, jamu, alas kaki, produk industri kecil dan maritim.
Kekalahan daya saing dikatakan Agus menjadi penyebab penurunan kinerja industri tersebut. "Penyebab kekalahan daya saing adalah mahalnya bahan baku," katanya di Jakarta, Rabu (23/3). Penyebab lainnya kurangnya pasokan komponen, ketidakstabilan pasokan energi dan akses terhadap permodalan yang sulit.
Survei menunjukkan pemberlakuan Asean-Cina Free Trade Area (ACFTE/perjanjian perdagangan bebas ASEAN-ina) sejak Januari 2010 berkorelasi kuat dengan penurunan produksi industri dalam negeri, penurunan penjualan, keuntungan dan pengurangan tenaga kerja. Sektor industri yang sama sekali tidak terpengaruh hanya logam.
Sebaliknya impor produk Cina dinilai menguntungkan bagi penjual. Menurut Agus keuntungan penjual produk Cina rata-rata naik 20,1 persen. Pembeli juga lebih meminati produk Cina karena harga lebih murah, jenis lebih variatif serta desain lebih menarik.
KARTIKA CANDRA