TEMPO Interaktif, Jakarta -Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, terpuruknya industri rotan bukan disebabkan oleh maraknya rotan imitasi, melainkan image rotan sebagai barang murah berkualitas rendah.
Image buruk yang muncul selama dua tahun terakhir telah membuat lebih 80 persen dari sekitar 600 industri rotan terpuruk. Dan, hanya menyisakan sekitar 18 persen atau sekitar 100 industri rotan yang mampu bertahan.
Menurut Hatta, pada periode 5-10 tahun lalu, ekspor produk rotan Indonesia masih baik. “Dua atau tiga tahun lalu angkanya bisa mencapai US$ 320 juta. Tapi tahun 2009 total ekspor kita hanya US$ 165 juta. Tahun ini malah prediksi saya akan terus turun, mungkin hanya sekitar US$ 140 juta," katanya kepada Tempo hari ini.
Hatta menilai produsen kurang peduli untuk menghasilkan produk furniture yang bagu dari bahan rotan. Kesulitan lainnya adalah karena mebel yang terbuat dari rotan sulit bersaing dengan furniture substitusi yang dijual di pasaran dengan harga murah. Kompetisi di dunia industri mebel sangat ketat saat ini.
“Mebel rotan kita harus mampu bersaing dengan mebel-mebel lainnya yang terbuat dari bermacam-macam jenis. Seperti kayu jenis lain, plastik, kulit, bahkan kain yang desainnya begitu bagus namun harganya sangat murah,” ujar Hatta.
Hatta menyatakan, kondisi diperparah dengan ekspor bahan baku rotan ke Cina dan Vietnam. Dengan adanya ekspor bahan baku, Hatta menjelaskan, pasar mebel rotan yang sudah sempit harus dibagi pula dengan negara-negara pembuat mebel rotan yang bahan bakunya dari Indonesia.Mereka itu kan impor bahan baku rotan mentah dari kita bukan untuk buat pesawat. Tapi pasti untuk buat furniture," katanya.
Alhasil, pasar ekspor mebel Indonesia tergerus oleh Cina dan Vietnam. Belum lagi harga produk yang mereka jual lebih murah dibandingkan produk Indonesia. "Makanya kita kalah terus," ucap politikus Partai Amanat Nasional ini.
Berdasarkan data Yayasan Rotan Indonesia, daya serap rotan nasional tahun ini hanya berkisar 30 ribu hingga 40 ribu ton kayu rotan. Sedangkan kemampuan produksi rotan lestari Indonesia sebesar 696 ribu ton.
Kondisi ini, menurut Hatta, sangat mengkhawatirkan. Dia memperkirakan lima tahun ke depan tidak lagi ada industri yang membutuhkan bahan baku rotan."Karena sampai saat ini belum ada kebijakan pemerintah apapun yang mendukung pengembangan industri rotan,” tutur dia.
Hatta mengatakan, dari total 600 industri rotan sebanyak 80 persen berada di wilayah Jawa Barat. Sedangkan sisanya tersebar di berbagai wilayah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jabodetabek. Di Sumatera sudah tidak ada lagi industri pengrajin rotan.
Dari total industri tersebut, yang masih bertahan saat ini hanya tinggal 18 persen atau sekitar 108 industri. Adapun 42 persennya mati total dan berada di Jawa Barat, dan 40 persennya mati suri.
MUTIA RESTY