Ultrisza mengatakan, Jakarta memiliki permasalahan yang khusus dibandingkan daerah lain di Indonesia. Listrik dari pembangkit dialirkan ke Jakarta melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kVA. Dengan kapasitas sebesar itu, listrik terlebih dulu harus dilewatkan ke trafo penurun tegangan/interburst transformer (IBT).
Jumlah trafo IBT yang ada di wilayah Jakarta dan Tangerang ada sebanyak 20 unit. Namun, semua trafo IBT tersebut sudah dalam posisi beban 90-100 persen, sehingga tidak dapat membantu penambahan daya yang masuk ke Jakarta. "Kami berusaha menahan beban pertumbuhan listrik Jakarta," katanya.
Selain kondisi trafo IBT yang kurang prima, kata Ultrisza, kapasitas gardu induk di Jakarta juga sudah melebihi muatan. Sehingga diperlukan pembangunan beberapa gardu induk baru dan instalasi trafo-trafo IBT baru. "Apalagi sekarang keadaan Jakarta kondusif, semakin banyak investor yang masuk. Sehingga permintaan penambahan listrik baru semakin bertambah."
Ultrisza mengatakan, beban puncak yang tercatat di Jakarta juga berbeda dengan sistem-sistem di daerah lainnya. Jika daerah lain memiliki beban puncak pada pukul 17.00-22.00 WIB, beban puncak di Jakarta terjadi siang hari pada pukul 10.00-11.00 WIB.
Beban puncak di Jakarta tahun 2009 sebesar 5.000 mVA. Sementara pada bulan Mei lalu, beban puncak di Jakarta tercatat sebesar 5.540 mVA. Dalam waktu kurang dari 1 tahun mengalami pertumbuhan sebesar lebih dari 500 mVA. "Itu sudah termasuk pelanggan baru dan existing, berbaur dari kalangan industri, bisnis, dan rumah tangga," ujar Ultrisza.
MAHARDIKA SATRIA HADI