Indikator moneter pada November, dia melanjutkan, menunjukkan adanya ekspansi moneter yang terlihat dari tambahan uang primer sebesar 3,3 persen (month on month). Sejak Januari juga menunjukkan pertambahan sebesar 9,4 persen (year to date).
Kebijakan moneter ekspansi ini disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, meningkatnya ekspansi fiskal. “Ini terlihat dari tagihan bersih kepada pemerintah yang menunjukkan kenaikan sebesar 0,28 persen,” kata Lana dalam analisis mingguan periode 7-11 Desember 2009 Samuel Sekuritas di Jakarta hari ini.
Walaupun kenaikannya tipis, dia menambahkan, tapi sesuai dengan pola fiskal menjelang akhir tahun cenderung meningkat terkait pencairan anggaran yang lebih intensif.
Secara tahunan, tagihan ini masih lebih rendah 15,5 persen (year to date) dibandingkan dengan awal tahun. “Dampak ekspansi fiskal ini akan semakin terasa dalam mempengaruhi ekspansi moneter untuk 2-3 bulan mendatang, seiring dengan meningkatnya likuiditas dari kegiatan proyek-proyek pemerintah,” ujar Lana, yang juga menjadi staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kedua, meningkatkan jumlah cadangan devisa sebesar 2 persen (month on month) atau 28 persen (year to date). “Naiknya cadangan devisa ini, membuat BI menyiapkan rupiah ketika dilakukan konversi,” katanya.
Selain itu, minat beli asing terhadap beberapa aset dalam rupiah ikut mendorong ekspansi moneter ini.
Menurut Lana, keuntungan investasi dalam rupiah masih sangat menarik. Bahkan untuk investasi dalam saham mencapai keuntungan hingga 121 persen year to data (currency adjusted), dengan jumlah neto positif mencapai US$ 1,1 miliar (per 4 Desember).
Ketiga, berkurangnya posisi operasi pasar terbuka yang sebagian besar dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia. Lana menjelaskan, terjadi penurunan outstanding operasi pasar terbuka BI sebesar 3,1 persen (month on month), walaupun sejak awal tahun masih naik 3,9 persen (year to date). “Posisi operasi pasar terbuka ini sebagian besar merupakan SBI,” katanya.
Dengan penurunan jumlah operasi pasar terbuka ini, maka implisit ada penurunan SBI. Artinya, BI mengurangi serapan likuiditasnya. Dalam lelang SBI selama November penawaran yang masuk mencapai Rp186 triliun, tapi yang diserap hanya Rp157 triliun atau sekitar 85 persen saja yang diserap BI. Sisanya, sebesar 15 persen menjadi likuiditas yang kembali ke sistem keuangan dan menyebabkan tambahan uang primer.
Lana memperkirakan, BI masih akan melakukan kebijakan moneter ekspansi tapi tidak membuat bahaya inflasi karena komponen inflasi yang bersumber dari harga-harga yang diatur pemerintah dan harga yang bergejolak relatif rendah. Kecuali untuk kemungkinan kenaikan biaya tarif dasar listrik yang diperkirakan mulai diberlakukan per 1 Januari 2010.
GRACE S GANDHI