TEMPO.CO, Jakarta - Pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex meninggalkan sejumlah catatan utang ke bank. Pengamat perbankan, Paul Sutaryono menilai hal ini bisa membawa sejumlah dampak bagi bank-bank yang menjadi kreditur.
Paul mengatakan bank berpotensi mengalami kenaikan non performing loan (NPL) karena kewajiban pembayaran utang Sritex terhambat. Akibatnya, kata dia, cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN yang dimiliki masing-masing penyalur kredit akan semakin membengkak. “Cadangan akan semakin membengkak dan akan menekan laba tahun berjalan,” kata Paul kepada Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.
Seperti diketahui, tanggungan finansial jangka panjang Sritex didominasi oleh utang bank sebesar US$ 809.994.386 atau Rp 12,7 triliun. Total, terdapat 28 bank yang menjadi kreditur perusahaan tekstil yang saat ini sedang mengajukan permohonan kasasi atas putusan kepailitan di Pengadilan Niaga Semarang itu.
Selanjutnya, Paul mengatakan pembengkakan cadangan dan tekanan pada laba tahun berjalan bisa berimbas pada tergerusnya modal. Padahal menurutnya modal bermanfaat sebagai buffer atau bantalan dalam menyerap potensi risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional dan risiko likuiditas. “Tetapi kasus itu tidak akan menyebabkan dampak sistemik pada industri perbankan,” ujarnya.
Menurutnya, preseden kepailitan Sritex berpotensi memengaruhi minat pembiayaan perbankan ke industri tekstil ke depan. Sehingga, kata dia, upaya pemerintah baru untuk menyelamatkan Sritex merupakan langkah strategis. Hal itu juga untuk menyelamatkan industri tekstil pada umumnya.
Sejumlah bank yang menjadi kreditur Sritex telah membuka suara. Kreditur terbesar, PT Bank Central Asia Tbk lewat EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, mengatakan BCA menghormati putusan hukum dari Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk. mengalami kepailitan. “BCA juga menghargai langkah hukum kasasi yang sedang diajakukan oleh debitur yang bersangkutan,” kata Hera dalam keterangan resmi yang Tempo dapatkan, Selasa, 29 Oktober 2024.
Selain itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang juga menjadi salah satu kreditur juga menyampaikan terus mengawal proses kasasi yang sedang berjalan. Sekretaris Perusahaan BNI, Okki Rushartomo enyatakan operasional BNI tidak terpengaruh oleh kondisi yang dialami Sritex. Ia menerangkan BNI memiliki rasio pencadangan yang cukup kuat dan terbukti telah berhasil menjaga kualitas aset lebih baik dengan rasio loan at risk turun dari 14,4 persen menjadi 11,8 persen pada periode sembilan bulan hingga September 2024.
Pilihan editor: Tanggapan Kemnaker Soal Usulan Insentif PPh 21 DTP dari Apindo