TEMPO.CO, Jakarta - CEO PT Bukalapak.com (BUKA), Willix Halim, mengatakan perusahannya akan mengubah pendekatan operasional dan segmen bisnis yang terfokus usai mengalami kerugian beruntun. Bukalapak telah mengevaluasi kembali prospek beberapa segmen bisnis dan memutuskan akan melakukan restrukturisasi untuk mencapai tujuan strategis perusahaan.
“Restrukturisasi ini akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai bisnis yang akan dilaksanakan dalam dua kuartal mendatang,” kata Willix dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Willix mengatakan berdasarkan pertimbangan itu Bukalapak memutuskan untuk berfokus pada bisnis inti yang meliputi Mitra Bukalapak, Gaming, Investment, dan sejumlah layanan di Retail. Bukalapak telah mengumumkan hasil keuangan tidak diaudit untuk kuartal pertama yang berakhir pada 30 September 2024. Pada kuartal III-2024, berdasarkan perhitungan dengan earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) Bukalapak masih mencatatkan kinerja keuangan perseroan minus Rp 168 miliar.
“EBITDA yang disesuaikan pada Kuartal III-2024 masih negatif di angka minus Rp 168 miliar yang mana tidak sejalan dengan target profitabilitas di tahun 2024,” kata dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Metode EBITDA ini menghitung pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Willix mengatakan secara historis, kuartal ketiga adalah kondisi terlemah dalam setahun ini. Kondisi ini disebabkan oleh seasonalitas bisnis baik pada divisi online to offline dan juga marketplace.
Pendapatan Januari hingga September 2024 meningkat 2 persen secara yoy menjadi Rp 3.400 miliar. Karena itu, EBITDA membaik, meski masih minus Rp 68 miliar. “Dalam tiga tahun terakhir pasar telah berubah secara signifikan, begitu pula dengan dinamika persaingan,” kata Willix.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan Bukalapak di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan rugi bersih mereka mengecil pada kuartal III-2024. Bukalapak mencatatkan rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk BUKA mencapai Rp 597,34 miliar atau lebih kecil dari periode sebelumnya pada 2023 sebesar Rp 776,22 miliar.
Hingga saat ini, Bukalapak masih mencatatkan rugi usaha Rp 1,32 triliun atau naik 2,12 persen secara tahunan dibandingkan pada 2023 sebesar Rp 1,28 triliun. Meskipun terdapat pertumbuhan pendapatan di masa lalu, Willix mengatakan biaya operasional telah meningkat melebihi kontribusi pendapatan di berbagai segmen bisnis. “Kami telah berupaya untuk fokus pada optimalisasi operasional dan menjaga disiplin keuangan guna menghadapi tantangan ini,” kata dia.
Meski demikian, Willix mengatakan Bukalapak telah menempuh berbagai cara, tapi kerugian dan tantangan dalam tiga tahun terakhir yang dihadapi perseroan akhirnya mendorong untuk kembali fokus pada lini bisnis inti. “Kegiatan operasional BUKA akan berjalan seperti biasa dan tidak ada perubahan kegiatan di segmen bisnis inti,” kata dia.
Willix menyebut Bukalapak akan fokus menjalankan dan mengembangkan segmen bisnis intinya dengan organisasi yang lebih ramping dan efisien. Langkah ini untuk memberikan nilai optimal kepada para pemangku kepentingan dan pemegang saham.
PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) atau Bukalapak berencana akan menghentikan kegiatan sekaligus menutup sejumlah lini usaha atau anak usaha dalam waktu dekat. Aksi korporasi ini juga diakui akan berdampak pada karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam lini usaha yang bakal ditutup itu.
“Pelaksanaan Rencana Aksi Korporasi tersebut akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha Perseroan,” kata Sekretaris Perusahaan, Cut Fika Lutfi dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi dalam situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Cut Fika memastikan Bukalapak akan memenuhi seluruh hak dan kompensasi para karyawan yang terdampak sesuai Undang-Undang yang berlaku. Dia menyebut langkah perseroan ini tidak mudah diterima oleh para karyawan. “Perseroan menyadari bahwa ini bukanlah hal yang mudah bagi para karyawannya,” kata dia.
Selain itu, Cut Fika mengatakan dalam aksi korporasi ini juga memiliki tantangan. Meski demikian, Bukalapak memang memerlukan aksi ini untuk keberlanjutan perseroan. “Manajemen percaya bahwa hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan usaha Perseroan dalam jangka panjang,” kata dia.
Bukalapak melantai di Bursa (IPO) pada 2021, sejak itu menurut Cut Fika, ada banyak perubahan substansial, terutama biaya operasional yang lebih tinggi daripada pendapatan dari berbagai segmen usaha. Kondisi ini, kata dia, tidak konsisten dengan strategi jangka panjang perseroan untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Cut Fika mengatakan Bukalapak juga telah meninjau kembali sejumlah prospek segmen usaha di tengah kondisi itu. Namun, Bukalapak tetap saja rugi, terutama pada tiga tahun terakhir. Karena itu, Cut Fika mengatakan Bukalapak akhirnya mengambil keputusan ini. “Perseroan telah melakukan berbagai upaya terbaik,” kata dia.
Pilihan editor: Ini Respons Kemenkeu soal Ramai Opsi Bailout untuk Selamatkan Sritex