TEMPO.CO, Jakarta -Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kesehatan, Ridwan Kamil, mengatakan, terpilihnya kembali Erick Thohir sebagai Menteri BUMN dan dibantu tiga Wakil Menteri, seharusnya dapat memperbaiki keadaan Indofarma lebih cepat. “Pak Erick sudah tahu persis keadaan di Indofarma dan BUMN farmasi lainnya, apa lagi wamennya masih Pak Tiko plus dua orang lagi,” ujar Kamil dikutip dari rilis tertulis, Senin, 21 Oktober 2024.
Dalam kasus Indofarma, kata Kamil, Kementerian BUMN harus segera bertindak cepat memperbaiki grup ini. Sebab, selain nasib karyawan yang makin memburuk akibat gaji yang tak dibayar utuh, beban penyelamatan perusahaan juga akan makin membesar jika dibiarkan terlalu lama.
“Utang perusahaan ke karyawan juga akan semakin besar, dan jika ada PHK, maka biaya PHK akan makin besar karena masa kerja terus bertambah,” kata dia.
Ia menyebut, saat ini Indofarma sudah tak lagi memiliki aset yang cukup. Sedangkan, kewajiban perusahaan pada karyawan nilainya mencapai 5 kali lipat dari aset yang tersedia. Oleh karena itu, menurut dia, agar perusahaan farmasi BUMN ini bisa selamat, pemerintah sebagai pemegang saham harus melakukan intervensi. “Intervensi berupa pemberian dana penyertaan modal negara (PMN) untuk modal kerja sekaligus mendorong program penyehatan perusahaan, misalnya melalui Rightsizing karyawan,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Indofarma, Warjoko Sumedi, membeberkan penyebab krisis keuangan perusahaan farmasi pelat merah ini. Ia menyatakan, bahwa krisis bermula saat pandemi Covid-19. "Penjualan kami tidak sesuai harapan. Kami tidak mempunyai modal kerja untuk belanja material," kata Warjoko pada Jumat, 5 April 2024.
Tidak adanya modal kerja itu membuat perusahaan tak mampu memproduksi, sehingga berdampak pada penghasilan perusahaan. Ketika pandemi, Warjoko mengatakan, perusahaan Indofarma dituntut untuk mampu menyediakan produk obat-obatan yang berkaitan dengan Covid-19 secara cepat. Karena kebutuhan masyarakat itu, Indofarma tidak ingin obat-obatan hasil produksinya kosong di pasaran. "Kami tidak bisa memprediksi kapan Covid-19 selesai. Jadi kami belanja (material) yang ukurannya cukup banyak," ucapnya.
M. Raihan Muzakki berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan editor: AHY Sebut Rasa Empatinya Terasah saat Jadi Menteri ATR/BPN