TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Prabowo Subianto memberikan pidato perdananya pasca pelantikan presiden dan wakilnya pada Ahad, 20 Oktober 2024. Dalam pidatonya tersebut, Prabowo banyak membahas soal masalah kemiskinan. Ia menyebut, meskipun Indonesia merupakan anggota G20, namun nyatanya masih banyak terjadi kemiskinan.
Kemiskinan tersebut, kata Prabowo, membuat banyak masyarakat, khususnya anak-anak, yang kekurangan gizi. Mereka bahkan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sarapan. Hal tersebut menurutnya adalah sebuah realita yang harus dihadapi. "Apakah kita sadar, kemiskinan di Indonesia masih terlalu besar, apakah kita sadar, rakyat kita dan anak-anak kita banyak yang kurang gizi?" kata Prabowo dalam pidatonya, Ahad, 20 Oktober 2024 di Gedung DPR/MPR RI.
Hal serupa, pernah Prabowo ungkapkan saat memberikan sambutan di acara Forum Sinergitas Legislator PKB pada Kamis, 10 Oktober 2024. Prabowo menyebut masalah kemiskinan membuat banyak anak-anak tidak pernah sarapan. Oleh karena itu ia menyebut, program makan bergizi gratis merupakan program strategis yang bisa menyelesaikan permasalahan ini.
“Mbok ya miskin ya miskin. Enggak enak, tapi kita sebagai pemimpin, kita berani lihat itu. Kita berani lihat kesulitan, bagaimana kita atasi. Masih ada banyak anak-anak yang lapar, berangkat ke sekolah tidak makan pagi. Ini harus kita atasi sekarang, hari ini,” kata Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, program makan bergizi gratis memang dapat membantu meringankan beban keluarga miskin. Namun hal ini tidak serta-merta bisa menyelesaikan masalah kemiskinan, terutama struktural yang dihadapi masyarakat. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih berfokus kepada reformasi sistem ekonomi, perluasan jaminan sosial, peningkatan investasi di sektor produktif, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Fokus program ini tidak mencerminkan langkah-langkah menyeluruh yang diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang,” kata Achmad ketika dihubungi pada Ahad, 20 Oktober 2024.
Achmad berpandangan, mengaitkan masalah kemiskinan dengan program makan bergizi gratis tidaklah tepat. Apalagi jika membuatnya seolah-olah menjadi justifikasi dari dibuatnya program tersebut. Keduanya, menurut Achmad memiliki sasaran, tujuan, dan dampak yang berbeda. “Pemerintah perlu memprioritaskan kebijakan yang lebih luas dan efektif dalam mengatasi kemiskinan, alih-alih mengandalkan program seperti makan siang gratis yang manfaatnya sangat terbatas dalam konteks kemiskinan struktural,” ujarnya.
Pilihan editor: Dorong Swasembada Pangan, Zulhas Ungkap Rencana Buka Lahan Pertanian Baru di Papua hingga 2 Juta Hektare