Adapun pekerjaan rumah untuk Sri Mulyani menurut Ideas, yaitu:
1. Turunkan ketergantungan APBN
Menurut Yusuf, Menteri Keuangan periode Prabowo harus mampu menurunkan ketergantungan APBN yang sangat akut pada pembuatan utang baru, terutama melalui penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, penerbitan SBN dari hanya Rp 32,3 triliun pada 2004 melonjak hingga mencapai Rp 439 triliun pada 2014. Sedangkan di era Presiden Jokowi, penerbitan SBN melambung tinggi, dari Rp 522 triliun pada 2015 menjadi Rp 922 triliun pada 2019.
Di masa pandemi, penerbitan SBN kian melonjak menembus Rp 1.541 triliun pada 2020 dan Rp 1.353 triliun pada 2021. Pasca-pandemi, penerbitan SBN mulai menurun meski masih sangat tinggi, tercatat Rp 1.097 triliun pada 2022.
2. Tingkatkan penerimaan pajak tanpa tergantung harga komoditas global
Yusuf pun menilai Menteri Keuangan periode Prabowo harus mampu meningkatkan penerimaan perpajakan tanpa bergantung pada harga komoditas global. Dia mengatakan penyehatan APBN pasca pandemi banyak terbantu oleh kenaikan harga komoditas global, terutama batu bara dan CPO.
“Sehingga, tax ratio Indonesia dapat membaik, yaitu dari 8,3 persen dari PDB pada 2020 menjadi 10,2 persen dari PDB pada 2023,” katanya.
Hanya dengan kenaikan kinerja penerimaan perpajakan yang signifikan, menurut Yusuf, Indonesia akan mampu membuat redistribusi pendapatan dari kelas atas ke kelas bawah-menengah menjadi berjalan lebih cepat dan progesif.
“Hanya dengan tax ratio yang lebih tinggi, Indonesia akan mampu menurunkan rasio utang pemerintah pada akhir 2023 yang mencapai 38,59 persen dengan nilai absolut utang pemerintah menembus Rp 8.145 triliun,” kata Yusuf.
3. Turunkan beban utang pemerintah
Selain itu, Yusuf mengatakan Menteri Keuangan periode Prabowo harus mampu menurunkan beban utang pemerintah yang telah berada pada tingkat yang sangat memberatkan.
Pada 2015, jumlah SBN yang jatuh tempo dan beban bunga SBN “baru” di kisaran Rp 300 triliun. Pada 2019, ia mencatat angka ini melonjak menembus Rp 700 triliun dan pasca pandemi, pada 2021, menembus Rp 800 triliun.
Sementara pada 2022, jumlah SBN jatuh tempo dan beban bunga SBN diperkirakan turun menjadi Rp 500 triliun, namun pada 2023 diproyeksikan melonjak mendekati Rp 1.000 triliun dan pada 2024 di kisaran Rp 1.100 triliun.
Yusuf mengatakan, bila di era Presiden SBY, beban bunga utang dan cicilan pokok utang yang jatuh tempo rata-rata di kisaran 32,9 persen dari penerimaan perpajakan pada 2005-2014, maka pada 2015-2022, di era Presiden Jokowi, angka ini melonjak menjadi 47,4 persen.
Dia menekankan syarat sosok Menteri Keuangan yang terpenting adalah memiliki program dan kapasitas untuk meningkatkan kinerja penerimaan perpajakan dan menurunkan beban utang pemerintah. Saat itu Yusuf berujar, Menteri Keuangan periode Prabowo, tidak boleh lagi melanggar disiplin makroekonomi atas nama apa pun seperti era menteri Jokowi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | NANDITO PUTRA | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Ditunjuk Jadi Menkeu Lagi, Sri Mulyani Pernah Tak Kabulkan Ajuan Anggaran Prabowo Pembelian 12 Pesawat Mirage 2000-5