Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pelabuhan Patimban Datang, Nelayan Terpuruk

image-gnews
Rasja 65 tahun, nelayan di desa Patimban, duduk merajut jaring di lantai teras rumahnya usai pulang melaut yang hasil tangkapannya kurang dari 1  kg. Sumber: Suci Sekar | Tempo.co
Rasja 65 tahun, nelayan di desa Patimban, duduk merajut jaring di lantai teras rumahnya usai pulang melaut yang hasil tangkapannya kurang dari 1 kg. Sumber: Suci Sekar | Tempo.co
Iklan

Di usianya yang sudah lansia, Rasja tak berpikir untuk ganti pekerjaan walau hidup sebagai nelayan di Dusun Terungtum semakin sulit. Dia tidak bisa melakukan pekerjaan selain menjadi nelayan.  

Rasja tak punya perahu sehingga harus menyewa. Nanti, hasil tangkapan dibagi dua dengan pemilik perahu. Biaya operasional seperti solar, rokok dan konsumsi,  ditanggung Rasja. “Pernah dapat rajungan enggak sampai 1 kilogram padahal sudah melaut dari jam 4 subuh. Terpaksa, solar untuk melaut ngutang,” ujarnya. 

Ia mengatakan sejak Pelabuhan Patimban diperluas, belum pernah mendapat bantuan. Ia pasrah menjalani hidup dengan pendapatan yang sangat menurun.

Dampak buruk pembangunan Pelabuhan Patimban juga menimpa Ranita, 54 tahun. Dahulu, pemilik dua perahu di Dusun Terungtum itu pernah berjaya dari usaha meminjamkan perahunya kepada nelayan dengan sistem bagi hasil. 

Penghasilannya bisa Rp2 juta atau paling sedikit Rp500 ribu untuk sekali melaut. Setiap kali melaut, ongkosnya sekira  Rp1 juta.  

Setelah ada pembangunan Pelabuhan Patimban, setiap hari dia malah harus nombok karena ongkos melaut yang tinggi. Daripada rugi, ia memutuskan berhenti. 

Dulu Ranita punya 2 unit perahu besar, satu sudah rusak. Satu lagi sudah karena bocor akibat terlalu lama parkir (dijemur) yang membuat kayu bodi perahu pecah-pecah. “Padahal modalnya ratusan juta buat beli perahu,” ujarnya. 

Sebenarnya Ranita ingin memperbaiki perahunya. Namun dia ciut karena perlu ada pemecah ombak agar ombak tidak masuk ke muara sungai yang jadi jalan keluar kapal ke laut lepas. Muara juga perlu pengerukan karena mengalami pendangkalan. Hanya perahu bermesin kecil yang bisa lewat, sedangkan perahu besar seperti miliknya jika dipaksa bisa merusak mesinnya. 

Agar dapurnya bisa tetap ngebul, Ranita menyewakan mobil. 

Khodijah, 45 tahun, pengusaha warteg di Dusun Terungtum juga ikut merasakan dampak buruk. Dahulu wartegnya selalu ramai. Ia bisa memasak nasi sampai 15 liter per hari. Sekarang, hanya 10 liter beras. “Kalau sepi terus, mungkin saya pindah,” ujarnya.  

Sebelum 2019, pelelangan ikan di pasar Dusun Terungtum ramai dikunjungi orang. Mereka membeli hasil tangkapan nelayan yang melimpah di pelelangan itu. “Sekarang, pelelangan ikan sepi. Rasanya ke depan sepi terus, dan desa bakal mati. Ini dampak dari pelabuhan,” kata Khodijah. 

Saat musim hujan, tepatnya Januari hingga Februari, produksi terasi rebon bisa sampai 2 ton per hari. Sekarang produksi terasi anjlog karena rebon sulit ditemukan. 

Daryono, karyawan KUD Mina Misaya Huna membenarkan kondisi sulit nelayan di Dusun Terungtum. Para nelayan susah mendapat ikan untuk dilelang. Walhasil, sekarang pelelangan ikan di Dusun Terungtum kosong. 

Nelayan di Dusun Terungtum  membutuhkan perahu lebih besar agar bisa berlayar lebih jauh ke tengah laut. Di pinggiran, ikan sudah susah didapat. Pemasangan beton membuat ikan-ikan kabur karena lingkungan kotor (banyak lumpur). 

Daryono masih ingat dulu pemerintah daerah pernah menjanjikan para nelayan dengan bekerja di kapal, modal usaha, dan bantuan tiap bulan. Namun semuanya tinggal janji. 

Para nelayan pernah mendemo pemerintah desa, protes ke kecamatan, dan unjuk rasa di pelabuhan. Tetapi pemerintah tidak kunjung menyelesaikan keberatan warga. "Kami cuma diminta tenang. Kenyataannya nol,” ujarnya. 

Selanjutnya baca: Berutang buat beli makan dan solar

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kemendag soal Utang Rafaksi Minyak Goreng: Sudah Dibayar 90 Persen

1 jam lalu

Pedagang pasar tengah melayani pembeli minyak goreng merek Minyakita di pasar Palmeriam, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024. Sebelumnya HET minyak goreng merek pemerintah itu dijual Rp 14.000/liter. TEMPO/Tony Hartawan
Kemendag soal Utang Rafaksi Minyak Goreng: Sudah Dibayar 90 Persen

Kemendag sebut dari 54 pelaku usaha yang diutangi pemerintah, tersisa tujuh perusahaan yang belum mereka tuntaskan proses pelunasannya.


Bayar Utang Luar Negeri, Cadangan Devisa Menyusut Tipis

2 jam lalu

Ilustrasi mata uang asing. (Euro, dolar Hong Kong, dolar A.S., Yen Jepang, Pounsterling Inggris, dan Yuan Cina).  REUTERS/Jason Lee
Bayar Utang Luar Negeri, Cadangan Devisa Menyusut Tipis

Bank Indonesia (BI) mencatat adanya penurunan cadangan devisa sebesar Rp 0,3 milliar dolar AS.


Utang Pinjol dan Pegadaian Meningkat, Ekonom INDEF: Masyarakat Kelas Bawah Tidak Bisa Makan Tabungan

3 hari lalu

Suasana pelayanan nasabah Pegadaian Salemba, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024. PT Pegadaian mencatatkan kinerja positif pada tahun 2023 dengan mencetak laba bersih sebesar Rp 4,38 Triliun.  TEMPO/Tony Hartawan
Utang Pinjol dan Pegadaian Meningkat, Ekonom INDEF: Masyarakat Kelas Bawah Tidak Bisa Makan Tabungan

Ekonom menilai meningkatnya angka pinjaman online (pinjol) dan penyaluran pinjaman industri pegadaian jadi penanda tekanan masyarakat kelas bawah.


Ekspor Pasir Laut Dinilai Tambah Permasalahan Baru, Celios: Angka Pengangguran Semakin Tinggi

4 hari lalu

Ilustrasi pasir laut. Shutterstock
Ekspor Pasir Laut Dinilai Tambah Permasalahan Baru, Celios: Angka Pengangguran Semakin Tinggi

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai ekspor pasir laut justru menambah permasalahan baru di Indonesia. Selain kerugian lingkungan, sosial, dan ekonomi, kerugian lainnya menambah angka pengangguran di Indonesia.


Jenis Ikan Ini Berevolusi Tumbuhkan Kaki-kaki Mirip Kepiting, Fungsi Mirip Lidah Manusia

6 hari lalu

Ikan Prionotus carolinus. Newscientist.com/Anik Grearson
Jenis Ikan Ini Berevolusi Tumbuhkan Kaki-kaki Mirip Kepiting, Fungsi Mirip Lidah Manusia

Penelitian juga mengungkap susunan gen yang mendorong evolusi kaki unik jenis ikan sea robin ini.


Fenomena Doom Spending, Psikolog: Belanja Impulsif karena Stres Akibat Beban Ekonomi

7 hari lalu

Ilustrasi belanja. Shutterstock
Fenomena Doom Spending, Psikolog: Belanja Impulsif karena Stres Akibat Beban Ekonomi

Psikolog Samanta Elsener menjelaskan bahwa fenomena doom spending yang sedang jamak dibicarakan akhir-akhir ini merupakan bagian dari kebiasaan belanja impulsif atau impulsive buying.


Pertanyakan Tujuan Ekspor Pasir Laut untuk Pembenahan Jalur Pelayaran, Kiara: Ini Motif Ekonomi

7 hari lalu

Sebuah kapal tongkang pengangkut pasir laut di perairan Provinsi Kepulauan Riau. Dok. TEMPO/ Fransiskus S.
Pertanyakan Tujuan Ekspor Pasir Laut untuk Pembenahan Jalur Pelayaran, Kiara: Ini Motif Ekonomi

Kiara menilai kebijakan ekspor pasir laut punya tendensi ke eksploitasi sumber daya di pesisir dan pulau-pulau kecil.


3 Dampak Negatif Doom Spending

7 hari lalu

Ilustrasi belanja. Shutterstock
3 Dampak Negatif Doom Spending

Bagi mereka yang sering melakukan doom spending dan tidak bisa mengontrol pengeluaran, potensi bangkrut semakin besar.


KKP Sebut Nelayan Salah Paham Pengambilan Sampel Pasir Laut

7 hari lalu

Sebuah kapal tongkang pengangkut pasir laut di perairan Provinsi Kepulauan Riau. Dok. TEMPO/ Fransiskus S.
KKP Sebut Nelayan Salah Paham Pengambilan Sampel Pasir Laut

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan ada salah paham dari masyarakat pesisir terhadap aktivitas pengambilan sampel pasir laut.


Utang Pemerintah per Agustus 2024 Turun jadi Rp 8.461,93 Triliun, Begini Penjelasan Kemenkeu

8 hari lalu

Gedung Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Dok TEMPO
Utang Pemerintah per Agustus 2024 Turun jadi Rp 8.461,93 Triliun, Begini Penjelasan Kemenkeu

Jumlah utang pemerintah per akhir Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun, turun dibandingkan jumlah pada Juli 2024 yaitu Rp 8.502,69 triliun.