TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat penurunan jumlah tenaga kerja di sektor industri tekstil dan pakaian jadi. Secara tahunan, masing-masing sektor itu mengalami penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 7,5 dan 0,85 persen.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan memaparkan, penurunan jumlah tenaga kerja di sektor industri tekstil tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada 2015, jumlah tenaga kerja di sektor industri tekstil mencapai 1.248.080 orang. Namun pada 2024, angka itu tersisa 957.122 orang.
Hal berbeda dialami sektor industri pakaian jadi. Jumlah tenaga kerja di sektor ini pada 2024 sejumlah 2.916.005 orang. Meski menurun 0,85 persen dibanding tahun lalu, jumlah tenaga kerja di sektor industri pakaian jadi meningkat dibanding sembilan tahun silam, yakni sejumlah 2.167.426 orang.
Dengan angka itu, Adie mencatat kontribusi tenaga kerja di sektor industri tekstil pada 2024 sebesar 15,4 persen. Di sektor industri pakaian jadi, angka itu sebesar 5,1 persen. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan kontribusi tenaga kerja pada tahun sebelumnya.
"Kita bisa lihat dan sesuai dengan keadaan pasar bahwa, kalau kita hubungkan dengan PHK (pemutusan hubungan kerja) dan sebagainya memang mengalami penurunan," kata Adie dalam Diskusi Publik Indef bertajuk 'Industri Tekstil Menjerit, PHK Melejit' secara daring pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana, mengatakan, kebangkrutan yang menyebabkan PHK massal industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tak semata disebabkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Mantan Ketua Ombudsman itu menjelaskan, importasi barang-barang tekstil dan garmen jadi telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Puncaknya adalah pada 2023, barang tekstil impor, baik legal maupun ilegal, menumpuk. Sisa barang-barang impor itu kemudian menjadi jenuh di pasar domestik Indonesia. Di sisi lain daya beli masyarakat relatif rendah.
“Market domestik kita jenuh dengan produk-produk impor yang sudah terjadi bertahun-tahun,” ujar dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 14 Juni 2024.
Danang mengaku kian khawatir dengan dibukanya kran impor lebih lebar melalui Permendag, Pasalnya, tekstil ilegal dan legal tahun-tahun sebelumnya saja belum berhasil diatasi. Parahnya lagi, peraturan tersebut juga disebut menghapus terkait aturan pertimbangan teknis (pertek). Akibatnya industri tekstil asing akan menjadi sangat mudah mengimpor produk-produknya ke Indonesia.
Pilihan Editor: Pemerintah Resmi Perpanjang Pengenaan BMTP Kain Impor selama 3 Tahun