TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto angkat bicara soal kritik permohonan bea masuk antidumping yang dianggap tak merepresentasikan seluruh industri keramik dalam negeri. Musababnya, permohonan itu hanya disampaikan oleh tiga perusahaan, yakni PT Jui Shin Indonesia, PT Satyaraya Keramindoindah, dan PT Angsa Daya.
The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut tiga perusahaan itu hanya merepresentasikan 26 persen dari produksi keramik porselen secara nasional. Hal ini dinilai Indef bertentangan dengan perjanjian antidumping World Trade Organization atau WTO yang mensyaratkan adanya major proportion dari total produksi domestik untuk pengajuan tersebut.
Membantah kritik Indef, Edy mengklaim aturan WTO telah berubah. Menurut dia, organisasi perdagangan dunia itu telah mengeluarkan aturan baru. “Salah itu. Itu sudah ada aturan baru 25 persen. Enggak tahu 20 atau 25 persen,” kata Edy saat dihubungi Tempo, dikutip Rabu, 7 Agustus 2024.
Kepada Indef, Edy meminta lembaga riset itu mengumpulkan data jika menganggap rencana pengenaan BMAD ubin keramik tidak tepat. Menurut dia, BMAD adalah produk WTO. Jika keberatan, dia meminta Indef mengajukannya kepada organisasi itu. Dia mengaku siap menjawab keberatan itu dengan data.
Jka BMAD ubin keramik tak diberlakukan pemerintah, Edy mengaku mengkhawatirkan nasib 150 ribu karyawan yang menggantungkan hidup mereka kepada industri keramik. Dia mengklaim negara-negara di Eropa telah menerapkan BMAD hingga di atas 75 persen. Di Amerika Serikat, angka itu lebih tinggi, yakni 200 sampai dengan 400 persen.
Edy mengaku mengantongi data perusahaan-perusahaan Cina yang dikenai BMAD di Eropa dan Amerika Serikat. Dibandingkan dengan negara-negara itu, dia mengklaim angka rencana pengenaan BMAD ubin keramik di Indonesia masih moderat. Dia juga mengklaim telah mendalat dukungan dari asosiasi pengusaha keramik di Amerika Serikat, Meksiko, Eropa, dan Timur Tengah.
Pilihan editor: Asaki Bantah BMAD Ubin Keramik asal Cina akan Naikkan Harga: Ada Negara Eksportir Lain