TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto membantah anggapan The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) soal pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) ubin keramik akan menaikkan harga komoditas di pasar Indonesia.
Edy menjelaskan, pasar industri keramik adalah pasar persaingan sempurna. Asaki tak bisa menentukan harga keramik secara sepihak, sebab ada 40 perusahaan dari skala kecil, menengah, dan besar yang berkompetisi dalam pasar ini. Harga keramik, menurut dia, dipengaruhi oleh mekanisme pasar—tergantung permintaan dan penawaran. "Kami tidak mungkin seenaknya menaikkan harga untuk keutungan tersendiri,” kata Edy saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Agustus 2024.
Menurutnya, harga keramik turut dipengaruhi impor dari negara-negara eksportir. Meski perusahaan-perusahaan asal Cina dikenai antidumping, Edy menyebut masih ada negara-negata eksportir lain, seperti Vietnam dan India. Selamai ini, negara-negara itu, menurutnya, menduduki posisi kedua dan ketiga ekspor terbesar ke Indonesia.
Soal impor keramik dari Vietnam dan India, Edy mengaku tak khawatir. Meski berpotensi menggantikan posisi eksportir yang ditinggalkan Cina pasca pengenaan BMAD, dia mengatakan industri dalam negeri cukup memiliki daya saing. “Yang kami lawan praktik kecurangan,” kata Edy.
Indef baru-baru ini menganalisis dampak pengenaan BMAD ubin keramik asal Cina. Dalam analisis itu, Indef memprediksi kebijakan antidumping ubin keramik akan menurunkan kesejahteraan masyarakat hingga US$ 433,3 juta atau Rp7,02 triliun.
Perhitungan ini menggunakan Model Global Trade Analysis Project (GTAP) untuk melihat dampak goncangan dalam aspek perdagangan internasional terhadap kinerja ekonomi makro, mikro dan sektoral di setiap negara. Model ini biasa digunakan dalam penelitian akademik atau riset kebijakan untuk menghitung dampak kebijakan pemerintah terhadap kondisi ekonomi suatu negara.
Dalam analisis Indef, penurunan kesejahteraan masyarakat disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga secara umum yang mencapai 0,03 persen. Dengan adanya kenaikan harga, Indef memprediksi konsumsi rumah tangga akan turun sebesar 0,06 persen.
“Pemerintah harus berhati-hati jika ingin menerapkan BMAD keramik asal Cina, karena masyarakat bukannya untung malah buntung," kata Direktur Kolaborasi Internasional Indef, Imaduddin Abdullah, dalam keterangan tertulis, dikutip Senin, 5 Agustus 2024.
Pilihan editor: Jokowi Bentuk Satgas Percepatan IKN, Anggota DPR: Luhut Gagal Mendatangkan Investor