Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mendukung peraturan impor agar adaptif terhadap kondisi perekonomian dunia. Belakangan, banjir impor produk tekstil justru membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri terpuruk.
“Kita kan enggak sendiri,” ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto saat ditemui di Batam, Kepulauan Riau, Kamis, 27 Juni 2024.
Nirwala mengatakan Kementerian Keuangan tidak sendiri dalam memberlakukan peraturan. Untuk menerapkan Bea Masuk Anti-dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), dia mengatakan Kemenkeu harus mendapatkan pertimbangan dari berbagai kementerian, yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
“Benar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) harus melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF), tapi kan harus ada Tim Tarif Tarif dan pertimbangan teknis dari masing-masing fungsi kementerian,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang BMAD dan BMTP untuk sejumlah komoditas impor, terutama tekstil. Keputusan ini sebagai respons terhadap permintaan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari banjir produk impor.
“Kementerian Keuangan akan merespons dengan melakukan langkah sesuai yang sudah diatur undang-undang apakah akan menentukan kembali bea masuk atau measure yang lain,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Kamis 27 Juni 2024.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengingatkan Kementerian Perdagangan terkait rencana kebijakan tarif bea masuk sebesar 200 persen untuk barang dari Cina. Menurut dia, kebijakan tersebut sebaiknya dibuat secara lebih spesifik untuk sektor tertentu.
“Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri itu,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 30 Juni 2024 dikutip dari Antaranews.
Menurut Darmadi, setiap sektor industri seharusnya kebijakannya atau pendekatannya berbeda-beda, tidak bisa disamakan begitu saja. Ini karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya.
“Jadi tidak boleh semua industri diperlakukan sama untuk kebijakan impornya. Jangan sampai kebijakan itu justru mengancam industri lainnya,” ujarnya.
Apabila kebijakan bea masuk hingga 200 persen tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakan hukum yang memadai, Darmadi menilai potensi masuknya barang ilegal akan sulit dibendung. Hal ini justru akan memperparah industri dalam negeri.
“Setiap kebijakan yang dikenakan pajak sampai 200 persen maka pasti akan banyak masuk barang ilegal, industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri,” katanya.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Impor Peralatan Penelitian Bebas Bea Masuk dan Cukai, Ini Syaratnya