TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengkritisi Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang berkali-kali merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang kebijakan dan pengaturan impor. Beleid itu dinilai terus menjadi masalah karena tak pernah mengatur impor ilegal.
“Kami simpulkan direvisi karena tidak menemukan masalah sebenarnya,” ujar Ketua Umum APBI, Alphonzus Widjaja, dalam bincang media di sebuah restoran di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Juli 2024.
Aturan impor tercatat telah tiga kali mengalami revisi. Pada 11 Desember 2023, Kemendag menetapkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan itu diubah oleh Permendag Nomor 3 Tahun 2024 pada 5 Maret 2024. Sebulan berikutnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kembali merevisi aturan menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Saat ini, aturan teranyar adalah Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang resmi diundangkan pada 17 Mei 2024.
Alphonzus menuturkan, imbas absennya pemerintah mencegah impor ilegal itu adalah stagnasi pertumbuhan industri ritel Indonesia, khususnya setelah Idul Fitri. Stagnasi itu, menurut dia, disebabkan pemerintah hanya fokus membatasi impor resmi. Sementara, impor ilegal tidak pernah disentuh.
Pembatasan impor oleh pemerintah yang tak menyentuh impor ilegal, Alphonzus mengatakan, berdampak kepada produk impor resmi dan lokal. Produk impor resmi terganggu karena dibatasi. Sementara produk lokal terganggu oleh masuknya produk impor ilegal.
Mantan Chief Operating Officer Agung Sedayu Group itu menuturkan, baik pusat perbelanjaan kelas atas maupun menengah-bawah sama-sama terdampak oleh impor ilegal. Kelas atas, yang memang didominasi produk impor, tidak mendapatkan pasokan barang. Bila dibatasi, dia mengatakan, masyarakat justru akan belanja ke luar negeri.
Sementara, pusat perbelanjaan kelas menengah-bawah terdampak oleh banjir impor ilegal. Menurut dia, kelas ini memang harus dilindungi, tapi tidak secara membabi-buta. “Peraturan pemerintah selalu pukul rata. padahal segmentasinya beda-beda,” kata dia.
Bila peraturan impor direvisi kembali tanpa menyentuh impor ilegal, Alphonsuz meyakini tetap akan muncul masalah. Dia mengatakan impor ilegal ini harus ditangani secara serius. “Ini pesoalan tidak selesai-selesai,” kata dia.
Pilihan Editor: 78 Tahun BNI, Perjalanan Bank Negara Indonesia Berdiri Setahun Setelah Kemerdekaan RI