Strategi kedua, Pull, yakni strategi komersial yang bertujuan mengembangkan kebutuhan di dekat sumur gas bumi. Misalnya dengan mendorong pembangunan industri petrokimia, smelter, serta pembangkit listrik.
“Dengan dua strategi ini, kami berharap cadangan gas bumi yang ditemukan, dapat diproduksi dan tersalurkan dengan optimal untuk pemenuhan dalam negeri,” kata Shinta.
Shinta Jumat, 21 Juni 2024, menutup Forum Gas Bumi 2024 yang telah berlangsung tiga hari di Bandung. Forum tersebut untuk mensosialisasikan pentingnya infrastruktur jaringan gas yang terintegrasi yang menjadi kunci pemenuhan kebutuhan gas dalam negeri maupun optimalisasi lifting gas bumi.
“Harus dipahami, pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan target lifting gas bumi nasional adalah suatu keniscayaan yang harus kita upayakan semaksimal mungkin,” kata Shinta.
Shinta mengatakan, dibutuhkan kesepahaman semua pihak agar optimasi pemanfaatan gas bumi dapat tercapai. Ia berharap, KKKS dan pembeli gas bumi dapat mendukung dan memiliki pandangan yang sama atas strategi komersialisasi ini.
“Komitmen ini perlu diimbangi dengan kepastian komersialisasi potensi gas, sehingga target produksi gas 12 BSCFD (miliar standar kaki kubik per hari) dapat tercapai,” kata dia.
Dalam Forum Gas Bumi 2024 tersebut ditandatangani kesepakatan kerja sama gas bumi dengan nilai menembus Rp 94.4 triliun. Kesepakatan tersebut berasal dari penandatanganan sejumlah kesepahaman, di antaranya MOU antara Husky-CNOOC Madura Ltd. dan PT Pupuk Kujang; Husky-CNOOC Madura Ltd. dan PT Cikarang Listrindo Tbk.; amandemen Perjanjian Jual Beli Gas antara EMP Bentu dengan PT Kilang Pertamina Internasional; serta 27 Perjanjian Jual Beli Gas lainnya.
Pilihan Editor: Rupiah Terperosok hingga Rp16.475, HIPMI: Momen yang Mengkhawatirkan Bagi Ekonomi Nasional