TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menginstruksikan Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meneliti lebih mendalam tentang manfaat tanaman kratom yang disebut memiliki kandungan narkotika.
“Presiden menekankan yang perlu dioptimalisasi adalah asas manfaat kratom itu,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi tentang legalisasi kratom di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.
Dalam rapat tersebut, dibahas temuan Kementerian Kesehatan bahwa kratom tidak termasuk kategori narkotika yang berbahaya dan dapat dimanfaatkan antara lain untuk pereda nyeri.
Namun, pemerintah masih menunggu hasil riset lanjutan dari BRIN yang ditargetkan selesai pada Agustus mendatang.
Tata kelola dan tata niaga tanaman kratom dibahas oleh pemerintah guna merespons keluhan dari masyarakat, terutama 18 ribu keluarga di Kalimantan Barat yang kesulitan mengekspor kratom, karena belum ada pengaturan mengenai standardisasi produknya.
Moeldoko mengatakan selama ini kratom sudah banyak dikonsumsi secara tradisional oleh masyarakat Kalimantan sebagai sumber energi, layaknya kopi. Dia juga mengklaim efek kecanduan dari konsumsi kratom cenderung rendah.
“Maka, perlu ada tata kelola, tata niaga, dan legalitasnya, sehingga tidak ada lagi kratom yang mengandung unsur tidak sehat (seperti bakteri) salmonella, ecoli, dan logam berat. Sekarang ini (ekspor kratom) menurun, karena kita belum ada standar, sehingga ada produk yang di-reject dan harganya turun,” ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan pada periode Januari-Mei 2023, negara utama tujuan ekspor kratom Indonesia adalah Amerika Serikat dengan nilai 4,86 juta dolar AS dan proporsi mencakup 66,3 persen dari total ekspor.
Tujuan ekspor lainnya, yakni Jerman sebesar 0,61 juta dolar AS, disusul India sebesar 0,44 juta dolar AS, dan Republik Ceko dengan 0,39 juta dolar AS.
Apa itu Kratom
Daun kratom diketahui memiliki kandungan aktif, yaitu alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Kedua bahan aktif ini memiliki efek sebagai obat analgesik atau pereda rasa sakit.
Kratom yang nama ilmiahnya Mitragyna speciosa masuk keluarga kopi, merupaka tanaman khas Asia Tenggara kopi yang berasal dari Asia Tenggara. Di Kamboja, Thailand, Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Papua Nugini digunakan dalam pengobatan herbal setidaknya sejak abad ke-19. Kratom juga secara historis dikonsumsi dengan cara dikunyah, dihisap, dan sebagai teh.
Hingga tahun 2018, kemanjuran dan keamanan kratom masih belum jelas. Pada tahun 2019, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan bahwa tidak ada bukti bahwa kratom aman atau efektif untuk mengobati kondisi apa pun.
Beberapa orang menggunakannya untuk mengatasi nyeri kronis, untuk mengobati gejala putus obat opioid, atau untuk tujuan rekreasi. Permulaan efek biasanya dimulai dalam lima sampai sepuluh menit dan berlangsung selama dua sampai lima jam.
Daun ini dipercaya bisa meningkatkan kewaspadaan, energi, dan membuat seseorang lebih percaya diri selain sebagai pereda nyeri.
Efek samping yang lebih parah mungkin termasuk depresi pernapasan (penurunan pernapasan), kejang, psikosis, peningkatan detak jantung dan tekanan darah, kesulitan tidur, dan, yang jarang terjadi, toksisitas hati.
Kecanduan adalah risiko yang mungkin terjadi jika penggunaan rutin karena, jika penggunaan dihentikan, gejala penarikan dapat terjadi. Sejumlah kematian telah dikaitkan dengan penggunaan kratom, baik jika dikonsumsi sendiri maupun dicampur dengan zat lain. Toksisitas serius relatif jarang terjadi dan umumnya muncul pada dosis tinggi atau ketika kratom digunakan dengan zat lain.
Banyak tumbuh di wilayah Kalimantan, daun kratom biasanya digunakan untuk teh atau diolah menjadi suplemen, yang bermanfaat untuk membantu mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kesehatan kulit, dan menaikkan libido. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kratom cukup membahayakan bila tidak sesuai takaran.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan kratom.
ANTARA
Pilihan Editor Cerita Muhammadiyah Ditawari Posisi Komisaris BSI Sebelum Tarik Dana Besar-besaran