TEMPO.CO, Bandung - Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, Jawa Barat mengalami kekurangan pasokan gas. “Ini sudah kita identifikasi dan inventarisir di SKK migas yang beberapa wilayah seperti Jawa Barat ini secara nyata mengalami kekurangan,” kata dia di Bandung, Rabu, 19 Juni 2024.
Kurnia mengatakan, defisit pasokan gas tersebut terjadi di Jawa Barat karena permintaan dan pasokan yang tidak berimbang. Hitungan SKK Migas defisit pasokan gas untuk Jawa Barat menembus 144 MMSCFD (juta kaki kubik per hari).
“Di Jawa Barat mengalami defisit pasokan gas bumi dan ini terjadi karena produksi gas di sekitarnya di Jawa Barat maupun di area Sumatera Bagian Tengah Selatan yang memasok pembeli Jawa Barat menunjukkan tren penurunan. Kebutuhannya berapa, pada tahun 2024 setidaknya defisit gas bumi Jawa Barat 144 MMSCFD,” kata Kurnia.
Oleh sebab itu, pemerintah mengupayakan menutup defisit tersebut dengan menyalurkan kelebihan produksi gas yang sebelumnya memasok Jawa Timur. Hitungan SKK Migas, kelebihan pasokan gas untuk Jawa Timur menembus 90 MMSCFD.
Kelebihan pasokan gas tersebut juga dibarengi dengan penurunan permintaan gas di Jawa Timur. Situasi tersebut diakuinya membuat produsen gas yang memasok Jawa Timur mengerem sementara investasinya yang sedianya bisa menggenjot produksi gas di sana.
“Sebenarnya KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) sudah punya prospek untuk bisa men-develop satu lapangan yang dalam waktu singkat bisa menghasilkan, namun kondisi ketiadaan demand tadi membuat investasinya masih menunggu,” kata Kurnia.
Kurnia mengatakan, pemerintah juga sudah menyiapkan jalan keluar dengan pembangunan jaringan gas Cisem (Cirebon-Semarang) tahap II yang akan dimulai tahun ini juga. Pipa gas tersebut akan menyambungkan jaringan pipa gas yang sudah ada di Jawa Barat dengan jaringan pipa pemasok Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Adapun jaringan pipa Cisem II tersebut sekaligus akan menyambungkan jaringan pipa Sumatera dari Aceh hingga Jawa timur. “Maka mimpi kita untuk konektivitas Aceh sampai Jawa Timur bisa terwujud,” kata dia.
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Rayendra Sidik mengatakan, jaringan pipa gas di Jawa tersisa segmen Cirebon-Semarang yang belum tersambung. Sementara di Sumatera tersisa ruas Dumai-Seimangke dan segmen Wet Natuna yang menyambungkan Natuna dan Batam. “Demand gas itu banyak terdapat di Pulau Jawa terutama Jawa Barat dan Jawa Timur,” kata dia, Rabu, 19 Juni 2024.
Di Jawa Barat, misalnya, permintaan gas tersebut berasal dari PT Pupuk Kujang Cikampek untuk produksi Amonia dan Urea, pasokan gas untuk pembangkit listrik PLN baik yang lama dan yang baru beroperasi, serta permintaan industri di Jawa Barat. Pasokan gas untuk pembangkit PLN saat ini relatif aman dengan pasokan langsung dari pipa gas yang bersumber dari Sumatera.
Ia menjelaskan produksi gas di Jawa Barat didominasi oleh Pertamina baik yang ONWJ dan Pertamina EP, itu pun sudah mengalami penurunan alami (natural decline). "Kalaupun ada tambahannya, tidak signfikan."
Sementara, permintaan gas dari industri di Jawa Barat cukup tinggi. "Dan kita melihat ada switching bahan bakar, yang tadinya memakai BBM mulai beralih ke gas, jadi (permintaan) agak naik," ujar Rayendra.
Jadi secara keseluruhan SKK Migas melihat memang ada kecenderungan kenaikan permintaan gas tersebut, sementara produksi alaminya sudah mulai turun. "Jadi saat ini Jawa Barat dibantu dari Sumatera. Sementara dari sisi Sumatera juga suplainya menopang Batam,” kata Rayendra.
Situasi berbeda, menurut dia, terjadi di Jawa Timur yang mengalami kelebihan pasokan gas. Sejumlah produsen gas yang memasok Jawa Timur juga sudah menyiapkan rencana penambahan produksi namun masih ditahan. “Strategi pengembangnya sudah ada dan sudah disetujui, para produsen tinggal mengeksekusi. Dan ada juga yang dalam tahap pengembangan."
Lebih jauh, Rayendra mengatakan, kelebihan pasokan eksisting ini yang akan dialihkan untuk menambal kebutuhan Jawa Barat. “Sebenarnya tinggal buka keran, itu sudah ngalir. Tapi sebenarnya ada potensi-potensi yang hanya butuh 1-2 tahun pengembangan lalu ada potensi lain yang lebih besar yang belum di-develop. Diharapkan ini membuat teman-teman produsen lebih aktif lagi untuk investasi di sini karena ada yang ngambil. Ini yang paling penting,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan dana untuk membangun saluran pipa gas Cisem II. “Di sini pipa Cisem II ini sudah disetujui anggarannya sektiar Rp 3 triliun oleh pemerintah,” tuturnya.
Laode mengatakan, jaringan pipa Cisem II merupakan kelanjutan dari jaringan pipa Cisem I yang sudah rampung. Jaringan pipa Cisem I dibangun dengan dana APBN tahun 2022/2023 dengan biaya RP 1,01 triliun dengan panjang pipa 60 kilometer. Sementara jaringan pipa Cisem II yang akan dibangun nanti sepanjang 245 kilometer. “Mulai konstruksinya Juli 2024 dan harus bisa diselesaikan Desember 2025, ini jadi tantangan kita,” kata dia.
Ia lalu membandingkan pembangunan jaringan pipa Cisem I dan II. “Kalau di Cisem I itu panjangnya 60 kilometer dan bisa kita selesaikan dalam waktu 15 bulan, kalau di Cisem II panjangnya 245 kilometer tapi tetap minta diselesaikan dalam 17 bulan,” kata Laode.
Laode mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan strategi untuk mengebut pembangunan Cisem II dalam 17 bulan. Salah satunya dengan membangun jaringan pipa sepanjang 245 kilometer tersebut alam tiga segmen secara paralel. “Kontraktor terpilih nanti bisa membagi 3 segmen atau beberapa segmen secara paralel tapi tidak dibangun serial,” kata dia.
Jaringan pipa Cisem I dan II tersebut sedianya merupakan satu jaringan pipa yang menyambungkan Cirebon hingga Semarang. “Kita membangun mulai dari Semarang dibagi dalam 2 segmen. Sementara (Cisem I) ke Batang, sudah selesai 60 kilometer, dan dilanjutkan (Cisem II) dari Batang ke Kandanghaur Timur di Cirebon,” kata dia.
Pilihan Editor: SKK Migas: Target Investasi Migas Tahun Ini Sebesar USD15 Miliar