TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dari fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama mengkritisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2024 yang memangkas jumlah bandara internasional di Tanah Air menjadi 17, dari yang awalnya sebanyak 34. Menurut Suryadi, keputusan itu diambil secara tiba-tiba dan tanpa melalui kajian komprehensif.
"Ini bagai mengulang kesalahan yang sama seperti saat membangunnya (bandara internasional) yang juga tidak disertai kajian komprehensif," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 30 April 2024.
Padahal, ucapnya, bandara-bandara yang kini statusnya turun menjadi domestik dulunya dibangun memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBN. Suryadi mengatakan, pembangunan bandara-bandara internasional itu bertujuan untuk mendatangkan wisatawan mancanegara, sehingga bisa langsung ke daerah tujuan.
Karena itu, ia mengatakan semestinya pemerintah melakukan komunikasi dengan para pihak terkait guha mencari solusi bersama atas urgensi tidak efektifnya sejumlah bandara internasional. "Pemerintah pusat juga harus memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mempertahankan status bandara internasionalnya. Jangan lantas menerima begitu saja diturunkan statusnya," ujar Suryadi.
Selain itu, ia menilai keputusan ini kontroversial karena tidak semua warga yang bepergian ke luar negeri dimaksudkan untuk wisata. Menurut dia, ada juga warga yang terbang ke luar negeri karena keperluan berobat, bisnis, dan urusan pekerjaan.
"Dengan adanya bandara internasional yang dekat dengan warga tentu mempermudah mereka dalam memenuhi kebutuhannya," katanya. Apalagi, untuk urusan kesehatan yang dia klaim infrastrukturnya belum merata di seluruh Indonesia.
Suryadi mencontohkan Bandara Supadio di Pontianak. Dengan statusnya sebagai bandara internasional, Bandara Supadio itu dapat mempermudah warga Kalimantan Barat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Kuching, Sarawak, Malaysia.
"Lebih dekat (ke Malaysia). Sedangkan jika harus ke Jakarta, biaya penerbangan menjadi lebih mahal," ucapnya.
Ia juga menyoroti soal Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Pada pasal 39, syarat kajian potensi wisatawan mancanegara yang menggunakan angkutan penerbangan paling minim 100.000 orang per hari justru dihapus.
Menurut dia, Kementerian Perhubungan tidak konsisten dalam hal alasan pariwisata. "Karena itu, kami minta KM 31/2024 agar dikaji ulang dengan melibatkan stakeholder seperti maskapai, pemerintah daerah, dan masyarakat pengguna bandara," ujarnya.
Ia juga meminta agar Kementerian Perhubungan meningkatkan utilitas bandara internasional di daerah serta penguatan daya tarik wisata atau ekonomi daerah.
Pilihan Editor: Jokowi dan Bos Microsoft Bahas Investasi Besar di Bidang Kecerdasan Buatan