Lebih lanjut, Yusuf juga menyampaikan bahwa Muhadjir Effendy dan Tri Rismaharini harus digali keterangannya tentang jumlah dan sebaran penerima bansos. Hakim MK, jelas Yusuf, perlu mempertanyakan alasan penyaluran bansos tidak seluruhnya dilakukan melalui Kemensos alasan seremonial penyerahan bansos harus langsung dilakukan Presiden dan menteri dari parpol.
Selain itu, menurut Yusuf, hakim MK perlu menanyakan kepentingan yang sangat mendesak sehingga harus digulirkan bansos ad-hoc jelang pilpres kepada Muhadjir dan Risma.
"Apakah benar ada kepentingan yang sangat mendesak sehingga harus digulirkan bansos ad-hoc jelang pilpres? Apakah bansos reguler sangat tidak mencukupi sehingga harus ada bansos ad-hoc?" tuturnya.
Tak hanya itu, ia menjelaskan, hakim MK harus menanyakan soal fenomena electoral budget cycle yang sangat vulgar dalam pilpres kali ini kepada Airlangga Hartarto dan Sri Mulyani.
Ia menjabarkan bahwa anggaran perlindungan sosial (perlinsos) meningkat signifikan pada masa pandemi, dari Rp 308 triliun pada 2019 menjadi Rp 498 triliun pada 2020, yakni tumbuh 61,5 persen. Namun, setelahnya anjlok, turun -6,0 persen pada 2021, lalu turun -1,6 persen pada 2022, dan kemudian diproyeksikan turun -4,7 persen pada 2023 ini.
"Barulah jelang pemilu 2024 anggaran perlinsos naik, dari Rp 439 triliun pada 2023 menjadi Rp 494 triliun pada APBN 2024, tumbuh 12,4 persen," ucapnya.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Senin, 1 April 2024, Ketua MK Suhartoyo memastikan majelis hakim akan memanggil 4 menteri dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Dia mengatakan MK akan menjadwalkan pemanggilan para menteri tersebut pada Jumat, 5 April 2024.
Pilihan Editor: 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres, Kubu Anies Minta MK Ajukan Pertanyaan Brilian