TEMPO.CO, Jakarta - Co-Captain Tim Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN atau Anies-Muhaimin), Tom Lembong, angkat bicara soal pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai harga nikel.
"Hati-hati berbicara terlalu dini ya," kata Tom Lembong saat ditemui usai mengisi sebuah diskusi di kawasan Senayan, Jakarta pada Jumat malam, 9 Februari 2024.
Dia menuturkan, prinsipnya adalah penurunan harga nikel masih belum selesai. Tom menyebut, penurunan harga komoditas ini masih akan berlanjut.
Tom Lembong memperkirakan, penurunan harga nikel terjadi ampai tahun depan, bahkan 2 tahun berikutnya. Sehingga, akan berdampak bagi industri smelter maupun tambang nikel di Indonesia.
"Ini kisahnya belum selesai, masih ada beberapa tahun lagi di mana harga nikal akan turun terus melemah," tutur Tom Lembong.
Sebelumnya ramai diberitakan media, Luhut menanggapi soal tutupnya perusahaan tambang global. Selain karena harga komoditas nikel yang jatuh, penutupan perusahaan itu juga disinyalir karena banjirnya pasokan nikel murah dari Indonesia.
Luhut tak ambil pusing dengan kabar tersebut. Dia juga membantah bahwa Indonesia menyebabkan harga nikel anjlok.
Menurut Luhut, harga komoditas seperti nikel, batu bara dan lain-lain harus dilihat secara kumulatif. Tidak bisa dilihat hanya dari 1-2 tahun.
Dilansir dari The Straits Times, produsen nikel swasta Wyloo Metals menutup tambangnya di Australia Barat. Dalam pernyataan resminya pada 22 Januari 2024, perusahaan menyatakan penutupan tersebut karena anjloknya harga nikel.
Adapun harga nikel—yang digunakan untuk membuat baja tahan karat dan baterai untuk kendaraan listrik—telah merosot dalam satu tahun terakhir. The Straits Times dalam laporannya menyebut, ini terutama didorong melubernya pasokan murah dari Indonesia.
Pada bulan lalu, First Quantum Minerals juga mengatakan akan menghentikan penambangan dan operasi nikel dan kobaltnya di Australia. Perusahaan itu akan memangkas sepertiga tenaga kerjanya sebagai respons terhadap melemahnya harga logam dan biaya yang lebih tinggi.
AMELIA RAHIMA | THE STRAITS TIMES
Pilihan Editor: Beras Premium Langka di Ritel Modern, Kepala Bapanas: Tinggal Kita Isi