Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 1, disebutkan bahwa restorative justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
"Argumentasi Ombudsman lebih karena kami tahu masyarakat Rempang sejatinya sedang berusaha untuk memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan mereka untuk tetap bisa tinggal di sana," kata dia.
Namun, Johanes tak menampik kepolisian juga memiliki alasan adanya tindakan-tindakan yang mengarah kepada penegakan hukum pidana. Selain itu, Ombudsman juga meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk menjalankan proses-proses pengalihfungsian dengan baik.
Antara lain melakukan pemberian hak, seperti sertifikat hak pengelolaan (HPL) sesuai dengan regulasi peraturan perundang-undangan yang ada. Dia menekankan, pemerintah harus mengedepankan prinsip non-diskriminasi.
"Siapapun yang mengajukan hak-haknya, harusnya diproses sesuai dengan peraturan yang ada, termasuk dalam kasus pengembangan Rempang Eco City," ucap Johanes.
Dia melanjutkan pihaknya telah mengirimkan hasil investigasi Ombudsman dan catatan tindakan korektif kepada beberapa pihak. Yaitu, Kementerian ATR/BPN, Kepolisian RI, BP Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dan Pemerintah Kota Batam.
Ombudsman juga memberikan waktu 30 hari kepada masing-masing instansi. Ini untuk melakukan tindak lanjut atau respons dari temuan Ombudsman ini.
AMELIA RAHIMA SARI | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Rempang Eco City, BP Batam Anggarkan Pembangunan 1.000 Unit Rumah untuk Warga yang Digusur