TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara memberi dampak positif ke sektor perekonomian.
Berdasarkan studi yang dilakukan Celios, Bhima menyebut pensiun dini PLTU Cirebon 1, PLTU Pelabuhan Ratu, dan PLTU Suralaya bisa berkontribusi ke ekonomi nasional hingga Rp 82,6 triliun.
"Ini jika penutupan PLTU batu bara dilakukan bersamaan dengan percepatan pembangkit EBT (energi baru terbarukan)," kata Bhima dalam Diseminasi Temuan Riset Cerah dan Celios di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2024.
Bhima mengatakan sektor industri pengolahan menjadi salah satu sektor yang terkerek. Musababnya, akan ada suplai komponen EBT untuk pembangkit energi bersih. "Akan ada industri panel surya, komponen mikrohidro, dan berbagai jenis teknologi untuk support EBT," kata dia.
Bahkan, jika dilakukan industrialisasi di kawasan PLTU batu bara yang dimatikan, Bhima mengatakan tidak akan ada relokasi industri. Artinya, potensi timbulnya pengangguran bisa dihindari. "Itu bisa dicegah kalau komitmen investasi EBT dan local content (tingkat komponen dalam negeri atau TKDN) dijaga di dalam negeri," kata Bhima.
Namun, Bhima menggarisbawahi bahwa EBT yang dikembangkan seiring pensiun PLTU batu bara ini adalah pembangkit yang benar-benar bersih. Ia mengecualikan sejumlah EBT, seperti pembangkit nuklir, CCS, teknologi co-firing, serta geothermal karena menurutnya menuai banyak konflik. "Jadi, yang masuk adalah pembangkit tenaga surya, hidro, mikrohidro, biogas, angin, dan pengolahan energ sampah," tuturnya.
Selanjutnya: Lebih lanjut ihwal dampak ekonomi, Bhima mengatakan pensiun dini....