TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi ikut buka suara soal baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan nikel yang menjadi bahan baku baterai mobil listrik. Melalui video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Lutfi mengklaim masih banyak produsen mobil listrik yang menggunakan baterai berbahan nikel.
Seperti diketahui, polemik penggunaan baterai mobil listrik muncul usai debat Cawapres, Minggu, 22 Januari 2024 lalu. Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming mempertanyakan soal baterai LFP kepada Cawapres nomor urut 01, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Dalam pertanyaan itu, Gibran pun menyebut nama Tom Lembong yang mengatakan bahwa baterai Tesla tak lagi menggunakan nikel.
“Nikel masih menjadi baterai pilihan produsen mobil listrik. Kenapa? karena nikel itu lebih energy dense,” ungkap Lutfi dalam postingan di akun Instagram @m.lutfi dikutip Kamis, 25 Januari 2024.
Ia kemudian menjelaskan beberapa alasan produsen mobil listrik masih menggunakan nikel sebagai bahan baku baterainya. Salah satu alasannya adalah karena baterai nikel bisa memuat lebih banyak energi.
“(Nikel) bisa muat lebih banyak energi, lebih kecil dan lebih ringan juga. Jadi mobil teslanya bisa pergi lebih jauh sekali charge,” imbuhnya.
Baca Juga:
Ia juga mengungkapkan sejumlah fakta-fakta tersembunyi dari baterai LFP. Salah satunya terkait kinerja baterai LFP yang bisa menurun di suhu tertentu. Kendati begitu, dia menilai pasar LFP di Indonesia masih bisa diperhitungkan.
"Kinerja Baterai LFP bisa menurun hingga 60% di cuaca dingin, baterai LFP bisa mati di bahwa suhu -10 derajat, tapi indonesia bukan negara yang bersalju berarti pasar LFP masih bisa diperhitungkan,"
Lutfi juga menjelaskan, menurut data Badan Energi Internasional (IEA), sekitar 95 persen LFP berasal dari China. Adapun BYD, menjadi produsen mobil listrik yang mendominasi penggunaan LFP hingga 50 persen dari total permintaan baterai. Sedangkan Tesla hanya berkontribusi sebesar 15 persen dari permintaan.