TEMPO.CO, Jakarta -Greenpeace Indonesia menyayangkan isu konflik agraria akibat proyek strategis nasional (PSN) luput dibahas dalam Debat Cawapres pada Ahad, 21 Januari lalu. Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan pembahasan soal reforma agraria masih belum menyentuh akar masalah.
Padahal, ia mengungkapkan jumlah konflik agraria terus meningkat akibat proyek tersebut. Data Konsorsium Pembaruan Agraria mengungkap ada 42 konflik agraria akibat PSN pada 2023, melonjak eskalasinya dibanding tahun sebelumnya.
"Konflik ini meliputi 516.409 hektare lahan dan berdampak terhadap lebih dari 85 ribu keluarga," ujar Leonard dalam keterangannya pada Senin, 22 Januari 2024.
Sementara itu, ia menilai Cawapres nomor urut 2 dan 3, Gibran Rakabuming dan Mahfud MD, hanya terbatas membahas rencana sertifikasi dan redistribusi lahan. Menurutnya, dua rencana itu bukan solusi yang menyentuh akar permasalahan.
Sebelumnya, Gibran menyatakan akan meneruskan program reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Putra sulung Jokowi itu juga menyebut akan melakukan digitalisasi, one map policy, hingga kota lengkap untuk menyelesaikan konflik agraria.
Menurut dia, Jokowi telah berhasil menjalankan sejumlah program untuk menyelesaikan konflik agraria. Salah satunya program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah membagikan 110 juta sertifikat tanah. Dia mengklaim sebelum ada program ini, hanya 500 ribu sertifikat yang bisa dibagikan.
Sebagai informasi, PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan.
Sementara itu, Mahfud MD mengatakan konflik agraria terjadi lantaran ada perubahan regulasi di era Presiden Soekarno dengan Orde Baru atau di era Presiden Soeharto. Menurutnya, di era Soekarno, ada undang-undang yang menyatakan bahwa tanah-tanah masyarakat adat diberikan ke masyarakat adat. Saat itu juga pemerintah juga Inspektorat Jenderal Agraria yang menerbitkan KINAG alias Keputusan Inspektur Agraria.
Akan tetapi, setelah Orde Baru, muncul Badan Pertanahan Nasional atau BPN. Karena itu, kata Mahfud MD, produk Kinag tidak lagi bernilai sertifikat. Walhasil, ada tumpang tindih sertifikat lantaran saat Kinag dikeluarkan, secara hukum sah. Namun, ketika Orde Baru, harus berbentuk sertifikat BPN.
Kendati demikian, Mahfud dan Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sama-sama berjanji akan membentuk satu lembaga khusus di bawah presiden untuk mengurus dan mengelola permasalahan lahan di Indonesia. Cak Imin mengatakan harus ada kelembagaan yang mengelola reforma agraria secara menyeluruh.
Pilihan Editor: Walhi Sebut Pernyataan Gibran Tak Sesuai Fakta: Food Estate Singkong Gagal, Tidak Pernah Panen