TEMPO.CO, Batam -Masalah konflik agraria tanah yang terjadi di Proyek Strategi Nasional (PSN) Rempang disebut dalam debat Cawapres keempat tadi malam, Senin, 22 Januari 2023. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyinggung bahwa warga Rempang tidak dilibatkan dari awal rencana pembangunan. "Misalnya Rempang, masyarakat di sekitar itu tidak dilibatkan dengan sungguh-sungguh," kata Gus Imin.
Sedangkan Cawapres nomor urut 2 Mahfud Md, menyinggung soal konflik Rempang dalam konteks tumpang tindih izin legalitas tanah di Indonesia. Salah satu dampak tumpang tindih izin tersebut kata Mahfud adalah terjadinya masalah di Rempang.
Warga Tetap Menolak Penggusuran
Konflik agraria di PSN Rempang sampai sekarang masih berlanjut. Pemerintah pusat melalui BP Batam terus menggesa upaya menggusur pemukiman warga. Sedangkan warga tempatan tetap bertahan.
Menurut Aris salah seorang warga Rempang, masuknya isu Rempang dalam debat Cawapres menandakan masih ada yang peduli dengan masalah tersebut. "Apa yang dikatakan Muhaimin memang betul, sejak awal kami tidak dilibatkan dalam proyek ini," katanya.
Aris mengatakan, sejak awal proses pembangunan pemerintah mengambil keputusan sepihak, sehingga tokoh masyarakat setempat tidak mau hadir setiap sosialisasi.
"Selain itu, kalau pun hadir dalam sosialisasi tetap saja masukan kami untuk tidak direlokasi tidak pernah didengarkan, rencana pemerintah maunya relokasi," katanya.
Menurut Aris yang dikedepankan ambisi pemerintah saja untuk merelokasi warga. Tetapi permintaan warga untuk tidak direlokasi tidak pernah dipertimbangkan. "Dari awal kami tidak mau direlokasi, sampai sekarang," kata Aris.
Sekarang kata Haris, masyarakat Rempang kondisinya sudah kondusif tetapi tekanan itu terus ada. Salah satunya dalam bentuk dibangunnya rumah contoh relokasi. "Kalau menurut kami itu tekanan," katanya.
Aris berharap, pemerintah memberikan kepastian hukum untuk masyarakat asli Rempang. "Kami minta kampung kita tidak digeser atau digusur, kalau masuk investasi pun kita lihat dampaknya dulu," katanya.
Sampai sekarang masyarakat kampung di Rempang terutama Sembulang Hulu 100 persen warga masih menolak direlokasi. "Sekarang kita lihatlah kawan-kawan yang ikut membela Rempang masuk penjara, tak tega kita, padahal sebagian mereka hanya ingin membantu tidak ada punya apa-apa di Rempang," kata Aris yang juga hadir di sidang Rempang, Pengadilan Negeri Batam, Senin, 22 Januari 2024.
BP Batam Terus Upaya Relokasi
Sementara itu BP Batam terus mengupayakan relokasi warga. Data per tanggal 16 Januari 2024, jumlah warga yang telah mendaftar program Rempang Eco-City untuk relokasi sebanyak 387 Kepala Keluarga (KK).
Dengan rincian, 220 KK berasal dari Kelurahan Sembulang dan 167 KK lainnya merupakan warga Kelurahan Rempang Cate dan sebanyak 94 KK telah menempati hunian sementara.
BP Batam melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait memprediksi, jumlah tersebut akan terus bertambah. Seiring dengan sosialisasi yang terus berlangsung hingga saat ini.
“Untuk jumlah warga yang telah berkonsultasi sebanyak 586 KK. Kita berharap, angka ini bisa terus meningkat seiring dengan telah dimulainya pembangunan tahap awal empat rumah contoh untuk warga yang terdampak pengembangan Rempang,” ujar Ariastuty, Selasa, 16 Januari 2024 dalam siaran persnya.
Pilihan Editor: Walhi Sebut Pernyataan Gibran Tak Sesuai Fakta: Food Estate Singkong Gagal, Tidak Pernah Panen