TEMPO.CO, Jakarta - CEO Starbucks, Laxman Narasimhan, blak-blakan menanggapi masyarakat yang telah memprotes dan menentang produk perusahaannya yang dianggap pro Israel. Menurut dia, protes itu muncul karena pemahaman yang keliru atas sikap Starbucks dalam konteks perang Israel-Hamas.
Ia menyebutkan saat ini protes tersebut timbul karena ada misrepresentasi atau penyajian informasi keliru yang beredar di media sosial. “Banyak gerai Starbucks yang mengalami insiden vandalisme (perusakan properti),” tulis Narasimhan dalam suratnya kepada karyawan, dikutip Reuters, Selasa, 26 Desember 2023.
Selain itu, dalam surat tersebut tertulis bahwa perusahaan telah bekerja sama dengan pihak berwenang setempat untuk memastikan keamanan dan keselamatan para pekerja serta pelanggannya.
Pada Oktober lalu, Starbucks yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, menggugat serikat pekerja Workers United. Serikat ini mewakili ribuan barista di sekitar 360 gerai Starbucks di Amerika Serikat.
Tindakan hukum ini diambil setelah serikat tersebut mengunggah pernyataan di media sosial yang menurut Starbucks mencerminkan dukungan serikat tersebut terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Hamas.
Padahal, saat itu, Starbucks menyatakan bahwa mereka secara tegas mengutuk tindakan terorisme, kebencian, dan kekerasan. Sehingga, pihaknya tidak setuju dengan pandangan yang diungkapkan oleh serikat pekerja tersebut dan menggugatnya.
Sebagaimana diketahui, Starbucks merupakan salah satu dari beberapa merek Barat yang mendapat tekanan dari konsumen untuk menyerukan pengambilan sikap tegas dalam perang Israel-Hamas. Bahkan, beberapa di antaranya merek tersebut menghadapi kampanye boikot di sejumlah negara.
Starbucks baru-baru ini kiga dikabarkan telah kehilangan nilai pasar hampir US$ 11 miliar (sekitar Rp 15,5 triliun) menjelang akhir tahun 2023. Hal ini karena boikot yang intens dan mogok kerja karyawan untuk mendukung Palestina.
REUTERS | IDA ROSDALINA
Pilihan Editor: 5 Poin Fakta Pernyataan Starbucks Usai Diduga Beri Dukungan ke Israel