TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjoyo melaporkan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berlanjut. Hal itu, kata dia, sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter Bank Indonesia dan mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Nilai tukar Rupiah pada 20 Desember 2023 menguat secara rata-rata sebesar 0,44 persen dibandingkan dengan perkembangan pada November 2023,” ujar Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI pada 20-21 Desember 2023 yang disiarkan langsung YouTube Bank Indonesia pada Kamis, 21 Desember 2023.
Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah menguat 0,37 persen dibandingkan dengan level akhir Desember 2022. Penguatan itu lebih baik dibandingkan dengan Peso Filipina, Rupee India, dan Baht Thailand yang masing-masing tercatat melemah sebesar 0,05 persen, 0,53 persen, dan 0,85 persen.
Di samping kebijakan stabilisasi BI, Perry mengatakan, berlanjutnya apresiasi nilai tukar Rupiah didorong oleh masuknya aliran portofolio asing. Selain itu ada juga menariknya imbal hasil aset keuangan domestik, serta tetap positifnya prospek ekonomi.
“Ke depan, BI tetap akan mewaspadai sejumlah risiko yang mungkin muncul dan memastikan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah,” tutur Perry.
Strategi operasi moneter pro-market melalui instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI dioptimalkan. Tujuannya, Perry berujar, untuk meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran masuk modal asing dari luar negeri.
Bank sentral juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). “Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023,” ucap Perry.
Pilihan Editor: Rupiah Menguat Tipis, Analis Harap Pilpres Satu Putaran dan Berdampak Positif ke Ekonomi