Para kandidat juga masih menjalankan dan menerapkan kebijakan food estate dan contract farming. Menurutnya, program ini pun bertentangan dengan reforma agraria. Ditambah semua kandidat juga berniat melanjutkan pembangunan IKN.
Ia menegaskan kebijakan-kebijakan tersebut sangat kontroversial dan inkonstitusional. Mengingat pemerintah tengah mendorong kebijakan 190 tahun HGU dan 160 tahun HGB, yang bertentangan dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 dan putusan MK.
Program lainnya yang dinilai tak sesuai dengan reforma agraria adalah program Bank tanah. Tiga pasangan capres-cawapres ini menyatakan akan melanjutkan program Bank Tanah. KPA menilai langkah ini merupakan mesin konsolidasi tanah untuk kepentingan investor dan menyelewengkan agenda reforma agraria.
Selain itu, KPA mencatat para kandidat juga masih melanggengkan domien verklaring atas tanah dan kehutanan. Di sisi lain, dalam visi misi para capres dan cawapres ini tidak ada agenda pembaruan hukum. Terlebih agenda yang fundamental terhadap Undang-undang (UU) Cipta Kerja dan peraturan turunannya, yang berorientasi pada kepentingan para pemilik modal di bidang agraria dan sumber daya alam.
KPA pun menekankan saat ini Indonesia tengah menghadapi situasi akut ketimpangan, konflik agraria, kemiskinan struktural, krisis pangan dan regenerasi petani. Karena itu, KPA menekankan bahwa presiden-wakil presiden dan DPR terpilih ke depan harus menempatkan agenda Reforma Agraria sebagai landasan utama pembangunan nasional.
Dewi juga berharap pemimpin Indonesia nantinya dapat memastikan pengalokasian tanah dan kekayaan alam yang senafas dengan cita-cita kemerdekaan, konstitusi dan UUPA menjadi komitmen negara. "Pemegang kekuasaan harus menghadirkan keadilan sosial, di mana bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat," ujar Dewi.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan editor: KPA Ungkap Krisis Agraria dan Ekologis Indonesia Semakin Parah