TEMPO.CO, Jakarta - Menguatnya gejolak boikot produk yang terafiliasi dengan Israel berimbas pada kondisi beberapa perusahaan. Para pelaku bisnis yang terkena dampak melaporkan adanya penurunan penjualan dan menyebut adanya potensi pemutusan hubungan kerja atau PHK massal akibat merosotnya pendapatan. Fenomena ini diwarnai kritik para buruh, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memperingatkan para pengusaha untuk tidak mengada-ada dan berlebihan.
Mirah Sumirat, Presiden ASPEK Indonesia membeberkan bahwa PHK sepihak dan massal telah terjadi secara luas di Indonesia sebelum adanya gerakan boikot produk Israel. Bahkan, setelah diberlakukannya Undang Undang Cipta Kerja, fenomena ini semakin meningkat karena memudahkan praktik PHK, kerja kontrak dan outsourcing.
Gerakan boikot terhadap produk perusahaan yang berhubungan atau mendukung Israel marak setelah Israel menyerang Palestina. Sejumlah perusahaan multinasional terdampak gerakan tersebut. Termasuk perusahaan yang berada di Indonesia.
"Maraknya PHK massal di Indonesia tidak terletak pada gerakan boikot Israel, melainkan pada regulasi pemerintah yang memudahkan PHK dengan menurunkan nilai pesangon," ujar Mirah, dikutip melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 9 Desember 2023.
Dalam pandangan Mirah, gerakan boikot produk terafiliasi Israel adalah ekspresi moral rakyat Indonesia yang sesuai dengan amanah Pembukaan UUD 1945. Ini merupakan perjuangan minimal yang bisa dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk ikut mewujudkan perdamaian dunia, menghapuskan penjajahan di atas dunia yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan dan keadilan.
"Gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pengusaha Indonesia sebagai peluang untuk lebih memajukan usaha-usaha lokal asli Indonesia," Mirah menambahkan. Ia menekankan bahwa konsumen sekarang dapat beralih ke produk-produk lokal, mendukung usaha kecil menengah Indonesia, dan memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi lokal.
Mirah juga mempertanyakan komitmen para pengusaha yang menolak gerakan boikot Israel. Ia menyoroti fakta bahwa di banyak perusahaan terafiliasi dengan Israel, masih sering terjadi pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan, seperti upah minimum dan hak kebebasan berserikat. Menurutnya, para pengusaha, khususnya asosiasi atau organisasi pengusaha, tidak bersuara ketika terjadi pelanggaran hak normatif di perusahaan-perusahaan lain.
“Pengusaha jangan lah cari-cari kambing hitam, seolah-olah adanya gerakan boikot Israel ini menjadi alasan PHK massal di Indonesia,” Mirah menegaskan.
Pilihan Editor: Pengamat Berharap Anies, Prabowo, dan Ganjar Arahkan Isu IKN ke Persoalan Kesejahteraan Rakyat