TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Transportasi Perkotaan dari Universitas Lampung Aleksander Purba mengatakan bahwa animo penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh cukup tinggi. Bahkan, kata dia, jumlah penumpang mencapai 21 ribuan per hari, yang cukup memberikan indikasi bahwa Whoosh cukup menjanjikan sebagai moda transportasi alternatif.
“Namun, seperti yang saya sampaikan beberapa kali, butuh waktu untuk ‘menguji’ sejauh mana kereta cepat diminati untuk jangka panjang,” ujar dia saat dihubungi pada Sabtu, 2 Desember 2023.
Aleksander memiliki catatan penting bagi operator kereta cepat PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) dan Kementerian Perhubungan. Salah satunya moda transprtasi lanjutan atau feeder untuk akses dari dan menuju ke stasiun kereta cepat.
Di Stasiun Kereta Cepat Halim, kata dia, memang ada Bus Transjakarta, tapi tidak memadai. Apalagi Halim merupakan stasiun kereta cepat awal dan akhir perjalanan. Selain itu, ada juga light rail transit atau LRT Jabodebek. Namun, seharusnya angkutan berbasis rel itu kualitas layanannya harus setara dengan kereta cepat.
“Sayangnya, pemangku kepentingan sedang sibuk mempersiapkan akses tol ke stasiun Karawang dan Tegalluar,” kata Aleksander.
Ide tersebut sebenarnya tidak salah, sesuai dengan tujuan jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan kepada penggunaan mobil pribadi. Menurut Aleksander, roda berbasis rel ditambah dengan bus rapid transit (BRT) adalah pasangan ideal Whoosh di semua stasiun.
Angkutan lanjutan tidak siap sama sekali