Dengan situasi pengelolaan BUMN yang sangat protektif itu, Ganjar mengandaikan konteksnya diterapkan di dunia perbankan. Di mana banyak bank besar tanah air berada di bawah naungan BUMN.
"Itu bagaimana kalau di perbankan, misalnya saya kasih kredit, lalu kemudian terjadi kredit macet, ya sudah, ini kan harusnya diselesaikan secara hukum perdata, bukan menjadi ranah pidana," kata Ganjar.
"Kecuali terbukti kalau (kredit macet pinjaman perbankan) itu mens rea (niat melakukan perbuatan pidana) mencuri atau korupsi," kata Ganjar.
Adapun Paripurna dalam pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul Meninjau Kembali Anggapan Yuridis Kekayaan Perseroan Merupakan Bagian dari Keuangan Kekayaan Negara dan Perlakuannya di Masa yang akan Datang.
Dalam pidatonya, Paripurna mengatakan Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan agar BUMN berbentuk perseroan terbatas atau persero dapat menjalankan tugasnya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara optimal.
"Terjadinya kekurangan optimalan kinerja persero sekarang ini antara lain disebabkan adanya ketidakselarasan hukum dan peraturan perundangan yang tidak mendukung penerapan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada tujuan perusahaan," kata dia.
Tujuan perusahaan yang dimaksud yakni meningkatkan nilai saham melalui pencapaian laba yang ditargetkan maupun ukuran-ukuran kinerja perusahaan lainnya.
"Penyebab utama disharmoni hukum ini terletak pada perbedaan persepsi tentang kekayaan persero yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang dianggap setara, merupakan bagian dari kekayaan keuangan negara sehingga yurisdiksi hukum privat menjadi tidak terpisahkan dari yurisdiksi hukum publik, khususnya menyangkut aset pengelolaan perseroan," kata Paripurna.
Pilihan Editor: Harga Emas Antam Kamis Pagi Turun Rp 1.000 per Gram