TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi rincian anggaran dan pendapatan belanja negara atau APBN 2023. Salah satunya adalah target penerimaan perpajakan.
Revisi ini dilakukan lewat Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 75 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Jokowi meneken beleid pada 10 November 2023.
Adapun pertimbangannya adalah untuk melakukan penyesuaian pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, serta pembiayaan anggaran termasuk penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL).
"Sesuai kesimpulan rapat kerja antara Badan Anggaran Dewan perwakilan Ralryat, Pemerintah, dan Gubernur Bank lndonesia dalam rangka pembahasan laporan realisasi semester I dan prognosis semester II," begitu yang tertera dalam pertimbangan munculnya Perpres 75/2023.
Dalam lampiran I beleid tersebut, Jokowi merevisi target penerimaan perpajakan menjadi Rp 2.118,34 triliun. Nilai ini naik 4,8 persen dari target awal yang sebesar Rp 2.021,22 triliun.
Penerimaan perpajakan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional.
Target pendapatan pajak dalam negeri direvisi menjadi Rp 2.045,45 triliun. Ini lebih tinggi 4,17 persen daripada target sebelumnya Rp 1.963,48 triliun.
Secara lebih rinci, target penerimaan pendapatan pajak dalam negeri terdiri dari berbagai komponen. Tidak semua komponen direvisi ke atas, tapi ada juga yang ke bawah. Berikit rincian revisi target penerimaan pendapatan pajak dalam negeri:
- pendapatan pajak penghasilan atau PPh dari Rp 935 triliun menjadi Rp 1.049 triliun;
- pendapatan PPh Migas dari Rp 61,44 triliun menjadi Rp 71,65 triliun;
- pendapatan PPh non-Migas dari Rp 873,62 triliun menjadi Rp 977,89 trliun;
- pendapatan PPh pasal 21 dari Rp 172,13 triliun menjadi Rp 201,80 triliun;
- pendapatan PPh pasal 22 dari Rp 30,23 triliun menjadi Rp 36,37 triliun;
- pendapatan PPh pasal 22 impor dari Rp 71,36 triliun menjadi Rp 71,11 triliun;
- pendapatan PPh pasal 23 dari Rp 46,18 triliun menjadi Rp 57,63 triliun;
- pendapatan PPh pasal 25/29 orang pribadi dari Rp 13,68 triliun menjadi Rp 12,17 triliun;
- pendapatan PPh pasal 25/29 badan dari Rp 349,93 triliun menjadi Rp 401 triliun;
- pendapatan PPh pasal 26 dari Rp 71,42 triliun menjadi Rp 85 triliun;
- pendapatan PPh final dari Rp 118,52 triliun menjadi Rp 112,60 triliun;
- pendapatan PPh non-Migas lainnya dari Rp 142,86 miliar menjadi Rp 141 miliar;
- pendapatan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) dari Rp 742,95 triliun menjadi Rp 731 triliun;
- pendapatan PPN dalam negeri dari Rp 475,37 triliun menjadi Rp 438,79 triliun;
- pendapatan PPN impor dari Rp 243,54 triliun menjadi Rp 256,14 triliun;
- pendapatan PPnBM dalam negeri dari Rp 14,98 triliun menjadi Rp 19,08 triliun;
- pendapatan PPnBM impor dari Rp 4 triliun menjadi Rp 6,22 triliun;
- pendapatan PPN/PPnBM lainnya dari Rp 5 triliun menjadi Rp 10,79 triliun;
- pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB) dari Rp 31,31 triliun menjadi Rp 26,87 triliun;
- pendapatan PBB perkebunan dari Rp 3,83 triliun menjadi Rp 4,18 triliun;
- pendapatan PBB perhutanan dari Rp 960 miliar menjadi Rp 895,42 miliar;
- pendapatan PBB pertambangan dari Rp 7,21 triliun menjadi Rp 5,97 triliun;
- pendapatan PBB Migas dari Rp 18,59 triliun menjadi Rp 15,3 triliun;
- pendapatan PBB panas bumi Rp 589,36 miliar menjadi Rp 410 miliar;
- pendapatan PBB lainnya dari Rp 112,46 miliar menjadi Rp 96,51 miliar;
- pendapatan cukai dari Rp 245,44 triliun menjadi Rp 227,21 triliun;
- pendapatan cukai hasil tembakau dari Rp 232,58 triliun menjadi Rp 218,69 triliun;
- pendapatan cukai ethyl alkohol dari Rp 8,66 triliun menjadi Rp 127,41 miliar;
- pendapatan minuman mengandung ethyl alkohol dari Rp 8,66 triliun menjadi Rp 8,38 triliun;
- pendapatan cukai produk plastik dari Rp 980 miliar menjadi Rp 0;
- pendapatan cukai minuman bergula dalam kemasan dari Rp 3 triliun menjadi Rp 0;
- pendapatan pajak lainnya dari Rp 8,69 triliun menjadi Rp 10,79 triliun.
Sementara target pendapatan pajak perdagangan internasional mengalami kenaikan sekitar 26 persen, dari Rp 57,74 triliun menjadi Rp 72,89 triliun.
Ini terdiri dari pendapatan bea masuk yang direvisi dari Rp 47,52 triliun menjadi Rp 53 triliun. Selain itu, terdiri dari pendapatan bea keluar sebesar Rp 19,80 triliun dari target sebelumnya Rp 10,21 triliun.
Pilihan Editor: Kala Jokowi Minta ASN Netral tapi Bahlil Terang-terangan Dukung Prabowo - Gibran