TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis 5 poin ke level Rp 15.655 per dolar Amerika Serikat (dolar AS) pada perdagangan Kamis sore, 9 November 2023. Sebelumnya, rupiah sempat menguat 10 poin ke level Rp 15.650 per dolar AS.
“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif tapi ditutup melemah di kisaran Rp 15.640 hingga Rp 15.740 per dolar AS,” ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan tertulis, Kamis.
Dalam laporannya, Ibrahim mengatakan perekonomian global sedang tidak dalam keadaan baik. “Ekonomi dunia tengah berada dalam tren perlambatan, terutama dialami Eropa dan Tiongkok,” tuturnya.
Meskipun kinerja ekonomi cenderung menguat, namun kondisi fiskal AS mengalami tekanan signifikan yang memicu gejolak pasar keuangan dengan naiknya yield UST ke rekor tertinggi dalam 1,5 dekade terakhir. Guna untuk menjaga pertumbuhan ekonomi RI sebesar 5 persen, Ibrahim mengatakan pemerintah perlu fokus terhadap daya beli masyarakat.
Dinamika perlambatan dan meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global berdampak cukup signifikan pada hampir seluruh negara emerging market, termasuk Indonesia. “Adapun, efek lain adalah ekonomi Indonesia di triwulan III 2023 yang tercatat 4,94 persen. Angka ini melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,17 persen, terutama akibat menurunnya kinerja ekspor barang dan jasa,” kata Ibrahim.
Adapun tren perlambatan global juga diperkirakan berlanjut dan berpotensi menggeret pertumbuhan triwulan IV kembali berada di bawah 5 persen sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi pada 2023 berisiko berasa di bawah 5 persen. “Selain itu, dampak El Nino yang telah mendorong kenaikan inflasi volatile food akibat naiknya harga beras juga perlu diwaspadai,” tutur analis rupiah itu.
Menurut Ibrahim, pemerintah merilis paket kebijakan untuk stabilisasi ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat untuk merespons kondisi tersebut.
Paket kebijakan tersebut terdiri dari tiga kebijakan utama, yakni penebalan Bansos untuk melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan, percepatan penyaluran program KUR untuk UMKM, serta penguatan sektor perumahan.
Kebijakan ini ditempuh dengan pertimbangan efek pengganda sektor yang besar. Hingga September 2023, Ibrahim menilai kinerja sektor perumahan ini berada dalam tren melambat sehingga perlu adanya intervensi untuk menggairahkan kembali kinerja sektor ini. “Hal tersebut diharapkan mampu menopang kinerja perekonomian di tengah risiko perlambatan global,” katanya.
Pilihan editor: Analis: Rupiah Diprediksi Masih Berada di Level Rp 15.600-an Hari ini