INFO BISNIS – Pembangunan infrastruktur di Indonesia yang merata hingga pelosok negeri membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Akan sulit jika hanya mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam APBN tahun 2024 alokasi dana untuk infrastruktur mencapai Rp 422,7 triliun. Mengalami kenaikan sebesar 5,8 persen dari anggaran di tahun sebelumnya (Rp 399,6 triliun). Kendati demikian, anggaran itu tidak akan cukup untuk memastikan pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia.
Guna mengatasinya, Pemerintah Indonesia memperkenalkan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Private Public Partnership (PPP). Melalui skema ini, pemerintah dapat bekerja sama dengan swasta berdasarkan prinsip alokasi risiko yang proporsional. Implementasi skema ini, diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015.
Secara umum, KPBU adalah rencana penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang melibatkan partisipasi swasta. Skema ini didasarkan pada kontrak antara pemerintah, yang diwakili oleh menteri, kepala lembaga, pemerintah daerah, BUMN, atau BUMD, dan pihak swasta, dengan mempertimbangkan prinsip pembagian risiko di antara para pihak.
Dalam upaya mendukung pelaksanaan KPBU, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan, antara lain Project Development Facility (PDF) untuk mempersiapkan dokumen proyek yang dapat diterima pasar. Selanjutnya, terdapat Viability Gap Fund (VGF) sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan bankabilitas proyek dan Jaminan dalam rangka meningkatkan kreditabilitas proyek.
Lalu Availability Payment (AP) yang merupakan pengembalian investasi badan usaha yang berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini PJPK atau menteri/kepala lembaga/kepala daerah) secara berkala kepada pihak swasta berdasarkan pada ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan mutu atau kriteria yang telah ditentukan dalam perjanjian KPBU.
Setiap fasilitas dukungan tersebut diharapkan dapat menjawab kekhawatiran utama para pemangku kepentingan KPBU (pengelola, investor, pemberi pinjaman) pada setiap fase pembangunan proyek infrastruktur.
"Selama penerapan KPBU, terdapat banyak perbaikan. Kami menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengembangkan ekosistem dan perangkat yang menyertainya. Jadi, seperti yang telah kita lihat baru-baru ini, kami memiliki berbagai inisiatif besar, seperti menetapkan kerangka peraturan, peningkatan kapasitas pemangku kepentingan KPBU, dan koordinasi antarlembaga, termasuk PJPK, juga sedang dilakukan untuk memulai dan meningkatkan upaya pelaksanaan proyek,” kata Brahmantio Isdijoso, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur.
Guna mendukung penerapan KPBU di Indonesia, Kementerian Keuangan melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah, yaitu fasilitas penyiapan proyek, dukungan kelayakan, dan penjaminan infrastruktur.
Kementerian Keuangan juga memperkenalkan skema pengembalian investasi proyek KPBU yakni skema Pembayaran Berdasarkan Ketersediaan Layanan atau yang biasa dikenal dengan Availability Payment atau AP.
Agar penerapan KPBU berjalan lancar, Kementerian Keuangan juga mendirikan Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) di bawah naungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. Direktorat PDPPI menjalankan peran untuk mengelola pemberian fasilitas dan dukungan pemerintah, serta memfasilitasi PJPK dalam menyiapkan dan melakukan transaksi proyek KPBU.
Skema KPBU
Dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU, kerja sama yang dilakukan antara PJPK dengan badan usaha terkait bisa dilakukan dalam beberapa struktur model tergantung kerja sama dengan pihak swasta.
Ada beberapa perbedaan skema KPBU yang terjadi karena perbedaan sumber dana ataupun investasi. Sebagai contoh skema user charge atau user fees payment berarti sebuah proyek infrastruktur mendapatkan pendanaan atas pemakaian oleh pengguna terhadap layanan yang disediakan oleh badan usaha. Skema ini biasanya diterapkan pada proyek yang lebih mudah menghasilkan pendapatan (revenue).
Ada pula skema availability payment (atau sering disingkat sebagai skema AP) merupakan skema dalam proyek KPBU yang menerapkan pengembalian investasi badan usaha berasa dari pembayaran yang dilakukan oleh pemerintah secara periodik kepada badan usaha yang memberikan investasi. Pengadaan infrastruktur dengan skema AP ini lebih disukai pihak swasta karena tingkat pengembalian investasi tak berisiko.
Dukungan Pemerintah pada KPBU
Perpindahan penduduk dari desa ke kota ataupun sebaliknya di Indonesia sampai saat ini masih terus meningkat dan bahkan diprediksi jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan menjadi 66,6 perse pada tahun 2035.
Urbanisasi akan menimbulkan berbagai dampak, salah satunya masalah persampahan. Pada periode 2010–2030, volume timbunan sampah di Indonesia diperkirakan meningkat rata-rata sekitar 1.1 persen per tahun.
Hingga 2020, persentase sampah yang pengelolaannya dilaksanakan dengan baik di Indonesia mencapai 49,18 persen sedangkan sisanya masih dibuang langsung ke lingkungan (18,02 persen) serta ditangani dengan pembuangan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan sistem open dumping (32,8 persen).
Untuk itu, sesuai dengan Agenda Pembangunan pada RPJM 2020-2040, sektor persampahan perlu dikelola dengan memperkuat infrastruktur untuk mendukung pembangunan ekonomi dan layanan dasar. Adapun pengelolaan persampahan menjadi bagian dari pelayanan dasar akses sanitasi.
Pemerintah daerah yang sudah menerapkan teknologi pengelolaan sampah dengan skema KPBU adalah TPA Piyungan Yogyakarta. Melalui skema ini, diharapkan dapat mengatasi persoalan sampah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, hingga Kabupaten Bantul.
Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono mengatakan bahwa proses KPBU sudah memasuki peninjauan minat pasar atau market sounding. Tahap ini akan berlangsung hingga akhir 2023. Sementara di awal tahun 2025 proses KPBU ditargetkan sudah mampu beroperasi.
Sejauh ini ada lima badan usaha ataupun investor yang menawarkan teknologi pengolahan sampah di TPA Piyungan. "Pemda DIY menginginkan agar sampah yang ada di DIY dapat musnah dengan teknologi yang ditawarkan para investor" kata Beny.
Melalui skema KPBU ini, investor akan mengelola teknologi pengolahan, sedangkan Pemda DIY membeli produk turunan dari sampah yang sudah diolah. Dengan begitu, TPA Piyungan bakal meninggalkan metode sanitary landfill, yakni sistem pengelolaan sampah dengan membuang dan menumpuk sampah di lokasi yang cekung. (*)