TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum PT Indobuildco, Amir Syamsudin, menilai aksi Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) sebagai tindakan intimidatif, manipulatif, dan melecehkan pengadilan. Hal ini menyusul tindakan PPK GBK yang mendahului putusan pengadilan dengan secara paksa memasang tembok beton permanen di akses jalan masuk Hotel Sultan.
Pasalnya, dalam sidang perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 30 Oktober 2023, Majelis Hakim sudah menetapkan jadwal sidang mediasi pada Senin depan, 6 November 2023.
“Bahkan, dalam jumpa pers, Kuasa Hukum PPK GBK membuat pernyataan yang mengintimidasi karyawan Hotel Sultan dengan ancaman pidana untuk tidak melakukan aktivitas di dalam kawasan Hotel Sultan tanpa izin dari PPK GBK,” ujar Amir dalam keterangan resmi, Rabu, 1 November 2023.
Dengan demikian, menurut Amir, tim PPK GBK secara sadar telah melecehkan pengadilan, melanggar etika beracara, dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Kenapa harus ada izin dari PPK GBK? Sejak kapan PPK GBK memiliki lahan HGB No. 26 dan HGB No. 27 atas nama PT Indibuildco?” tanya Amir.
Menurut Amir, putusan PK No. 276 PK/Pdt/2011 sama sekali tidak memberi hak kepada PPK GBK atas HGB No, 26 dan HGB No. 27 atas nama PT Indobuildco.
PPK GBK adalah pemegang HPL No. 1/Gelora sejak tahun 1989 yang terbit di atas HGB No. 26 dan HGB No. 27 atas nama PT Indobuildco yang ada terlebih dahulu. “Sehingga PPK GBK harus membebaskan lahannnya terlebih dahulu dengan ganti rugi sebelum HGB No. 26 dan HGB No. 27 menjadi bagian dari HPL No. 1/Gelora,” tutur Amir.
Lebih lanjut, Amir mengatakan PPK GBK tidak pernah membebaskan atau melepaskan hak atas HGB No. 26 dan HGB No. 27 dari PT Indobuildco, dan sebaliknya juga, PT Indobuildco tidak pernah melepaskan haknya sehingga HGB No. 26 dan HGB No. 27 tidak pernah menjadi bagian dari HPL No.1/Gelora.
“Dan, apabila HGB No. 26 dan HGB No. 27 berakhir jangka waktunya, maka lahan tersebut kembali menjadi tanah negara bebas. Kepada pemilik hak lama, yaitu PT Indobuildco diberi hak prioritas untuk memohonkan hak baru,” kata pengacara perusahaan milik Pontjo Sutowo itu.
Selanjutnya: Jadi, kata Amir, tidak ada dasar hukumnya...