Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya telah menerima 28 laporan dari masyarakat mengenai dugaan kecurangan perusahaan pialang dan pedagang dalam perdagangan berjangka komoditi. Laporan ini diterima pada periode 2022-2023, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp 60 miliar.
Dari 28 laporan ini, ada 6 laporan dengan kerugian Rp 3,6 miliar yang tengah diperiksa Ombudsman. Di sisi lain, Yeka menyebut ada pola yang sama dari 28 laporan ini.
"Ya split, delay, reject aja," ujar Yeka saat ditemui usai konferensi pers di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Oktober 2023.
Dia menjelaskan, split, delay, dan reject digunakan perusahaan pialang untuk mengintervensi sistem dalam perdaganagn berjangka komoditi. Delay menyebabkan nasabah tidak bisa mengambil keuntungan karena sistem loading terus. Sedangkan reject membuat nasabah tidak bisa membeli (buy) atau menjual (sell) karena tiba-tiba terpental atau keluar dari sistem.
"Nah split misalnya kemarin kita beli Rp 1.000.000, sekarang kita mau jual udah bagus nih harga Rp 1.200.000. Misalnya mau jual 100 lot, tiba-tiba di-split, dari 100 lot itu 50 lot untuk ini, 50 lot untuk ini sehingga mengurangi peluang untuk mendapatkan keuntungan, bahkan bisa kerugian," beber Yeka.
Dia menyebut, praktek ini ditemukan dalam kasus Sugiharto Hadi yang mengalami kerugian sekitar Rp 34 miliar. Meski kasusnya sudah ditutup, namun Ombudsman masih terus melakukan monitoring. "Jangan-jangan ini masih jauh panggang dari api," tutur dia.
VINDRY FLORENTIN | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Perdagangan Bursa CPO Indonesia Hari Ini Dimulai, Bappebti: Volumenya Sedikit Banget, tapi Masih Oke