TEMPO.CO, Jakarta - Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan mengemukakan pandangannya jika Jakarta tidak jadi ibu kota negara lagi, karena adanya Ibu Kota Nusantara alias IKN.
"Dalam pandangan saya, Jakarta itu kalo enggak jadi ibu kota negara, jadikanlah dia global city, yaitu pusat pertumbuhan ekonomi dan bisnis," ujar Djohermansyah dalam diskusi di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Menurut Djo, sapaannya, hal ini dimungkinkan karena Indonesia adalah negara kesatuan. Dia menyebut, negara kesatuan boleh memiliki pemerintah daerah atau Pemda khusus sepanjang diatur dalam undang-undang.
Adapun berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN Pasal 41 ayat 4, Jakarta akan tetap memiliki kekhususan. Hanya saja, dia mendorong kekhususan itu di bidang ekonomi dan bisnis.
"Kalau kita bikin undang-undang tentang Jakarta sebagai kota global pusat ekonomi dan bisnis, maka tidak memadai kewenangan-kewenangan yang dimiliki Jakarta," tutur Djo.
Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah pusat menambah kewenangan Jakarta. Selain itu, Djo juga menyarankan agar memperkuat kelembagaan maupun sumber daya manusia birokrasi, serta memberikan dana kekhususan kepada Jakarta.
"Jakarta ini lucu, dia Pemda ibu kota negara tapi sama pusat enggak pernah dikasih dana kekhususan," ujar guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini.
Ihwalnya Jakarta dianggap memiliki fiskal yang hebat. Djo juga menyarankan agar pemerintah membangun kawasan metropolitan dan memperkuat kebudayaan Betawi yang asli Jakarta.
"(Saran) yang terakhir adalah politik dan pemerintahan, yaitu menyangkut pemilihan gubernur," ujar Djohermansyah.
Dia menuturkan, kondisi politik di Jakarta harus stabil. Ini berkenaan dengan kondisi ekonomi dan bisnis.
"Syarat pendidikan (gubernur) harus kita patok lah. Jangan SLTA lah, hari gini masa gubernur yang harus memimpin rakyat SLTA," ujar Djohermansyah Djohan.
Dia juga menyarankan membatasi umur calon gubernur dan wali kota di Jakarta. Menurut dia, tidak bisa 25 tahun menjadi patokan karena baru lulus sekolah.
Adapun dalam Pilkada Jakarta, dia juga menyarankan menggunakan sistem simple majority yakni 50%+ 1. Jika dalam satu putaran tidak tercapai, bisa diulang putaran kedua.
"Yang terakhir, gubernurnya itu setingkat menteri. Jadi dengan begitu, dia dekat dengan Presiden," tutur dia.
Pilihan Editor: KAI Buka Rekrutmen Eksternal Gelombang III Untuk Berbagai Formasi, Ini Syaratnya