TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian atau Kemenperin melakukan revisi peraturan untuk mengakomodasi perubahan pengawasan barang impor dari post border menjadi border. Hal itu merupakan tanggapan dari maraknya peredaran barang impor di pasar dan platform digital (e-Commerce).
"Saat ini, pengawasan yang sifatnya post-border akan diubah menjadi pengawasan di border, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS)," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 17 Oktober 2023.
Dari total sebanyak 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor terhadap 6.910 HS (sekitar 60,5 persen) dan sisanya sekitar 39,5 persen merupakan barang Non-Lartas. “Dari 60,5 persen komoditas yang terkena Lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS atau 32,1 persen dilakukan pengawasan di border dan sebanyak 3.248 HS atau 28,4 persen dilakukan pengawasan post-border,” ungkapnya.
Agus juga menyatakan bahwa beberapa industri di kawasan berikat ingin menjual produknya di pasar domestik dengan melepas fasilitas yang didapatkan. Namun, hal ini perlu diawasi secara ketat karena Kementerian Perindustrian belum memiliki akses data yang cukup valid terkait kuantitas produk dari kawasan berikat
“Jika industri yang berada di kawasan berikat yang ingin menjual produknya ke dalam negeri, maka harus diciptakan playing field yang sama antara kawasan berikat dengan non berikat agar tercipta fairness. Supaya industri di kawasan berikat tidak menjadi predator bagi industri di luar kawasan berikat yang tidak menerima insentif yang sama,” ujar Agus.
Sebagai informasi, pada 2021, Kemenperin melalui Pusat Pengawasan Standardisasi Industri telah melakukan pengawasan produk impor sebanyak 95 merek untuk 10 SNI wajib dari 15 provinsi dan hasilnya 63,1 persen mematuhi regulasi SNI Wajib.
Selanjutnya, pada 2022, telah dilakukan pengawasan produk dalam negeri dan impor sejumlah 124 merek untuk 28 SNI Wajib dari 18 provinsi, hasilnya 65,3 persen mematuhi regulasi SNI Wajib.
“Untuk pengawasan 2023 sedang dilakukan hingga akhir tahun. Hingga September 2023, telah dilakukan pengawasan sebanyak 62 merek produk dalam negeri dan impor untuk 21 SNI wajib dari 18 provinsi dan hasilnya 46 merek sesuai SNI, tujuh merek tidak sesuai SNI dan sembilan menunggu hasil uji,” ucap Agus.