TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi merespons soal harga gula yang kian melonjak. Ia mengatakan salah satu penyebabnya adalah realisasi impor gula yang rendah. Berdasarkan catatan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, tutur Arief, realisasi impor gula saat ini hanya 26 persen.
"Sehingga secepatnya saudara yang memegang kuota impor harus merealisasikan impornya," kata Arief dalam acara peluncuran Gerakan Pangan Murah (GPM) Serentak di kantor Bapanas, Jakarta Selatan pada Senin, 16 Oktober 2023.
Berdasarkan Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga gula konsumsi per 16 Oktober 2023 Rp 15.530 per kilogram. Angkanya naik 0,19 persen dibandingkan sehari sebelumnya. Sementara Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional mencatat sebesar Rp 15.700 atau naik 0,32 persen.
Menurutnya, impor gula perlu segera dilaksanakan termasuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pangan. Yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN).
Di sisi lain, ia mengungkapkan perusahaan swasta juga hanya melakukan importasi apabila menguntungkan. Sehingga ketika harga gula di luar negeri tinggi, kata dia, para pelaku usaha enggan melakukan importasi. "Tidak begitu caranya, impor bukan bukn cuma harga tapi pemenuhan stok," ucap Arief.
Ihwal harga komoditas ini, Arief pun mengatakan akan meminta Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan akan meninjau ulang untuk memastikan pelaku usaha tidak merugi.
Adapun dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan gula merupakan salah satu komoditas yang mendorong kenaikan inflasi pada pekan kedua Oktober ini. Disusul komoditas beras dan cabai rawit.
Amalia menjelaskan ada 338 kabupaten dan kota yang mengalami indeks perkembangan harga (IPH) gula pasir. Kemudian ada 283 kabupaten dan kota yang mengalami kenaikan komoditas beras, dan 259 kabupaten dan kota kenaikan PIH nya dikontribusikan oleh cabai rawit.
"Kami berharap data BPS ini dapat dijadikan pegangan dan referensi bagi semua untuk kemudian mengawal kebijakan yang lebih baik dan intervensi yang lebih akurat" tutur Amalia.
RIANI SANUSI PUTRI