Fahmi menjelaskan, penetapan bea keluar masuk atau pajak ekspor ditujukan untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasar dalam negeri. Ketika harga minyak sawit tinggi, kebanyakan komoditas tersebut diekspor.
Lantaran minyak sawit merupakan bahan baku minyak goreng, sehingga akibat ekspor tersebut kebutuhan dalam negeri jadi berkurang. "Makanya ketentuan fiskal ini diberlakukan," kata Fahmi dalam acara Internatonal Conference dan Exhibition on Palm Oil, di Jakarta Convention Center, Rabu (27/5).
Fahmi menambahkan, pelaku industri harus berkomitmen melalui mekanisme kewajiban pasok pasar domestik. "Artinya kebutuhan rakyat atas migor (minyak goreng) harus terpenuhi dengan baik," katanya. Contohnya, kata Fahmi, kebutuhan minyak goreng di Jawa tiap bulan antara 200 sampai 300 ribu ton. Jumlah itu sebenarnya mudah untuk dipenuhi pelaku pasar.
Mekanisme wajib pasok ini bisa diterapkan ketika harga minyak sawit di pasar international tinggi. Sehingga bisa menahan ekspor yang berlebihan dan kebutuhan domestik tetap aman. Jika pengendalian pasokan dilakukan secara alami, harus ada komitmen dari para pelaku industri minyak sawit untuk tetap memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan baik.
Pemerintah akan memberlakukan kembali bea keluar atau pajak ekspor minyak kelapa sawit sebesar tiga persen mulai 1 Juni mendatang.
NIEKE INDRIETTA