Menurut Dosen Departemen Desain Produk Industri ITS itu, spesifikasi untuk berat gerbong KA Cepat akan sangat berbeda dengan kereta konvensional. Jika berat satu gerbong kereta konvensional dengan 50 penumpang kelas eksekutif mencapai 50-60 ton, maka gerbong kereta cepat yang didesain ini hanya 40-45 ton saja.
Perbedaan berat gerbong yang cukup signifikan ini terjadi karena gerbong kereta dibuat dengan bahan berbasis extruded aluminium alloy 6061. Ini merupakan alumunium yang dikeraskan dan mengandung magnesium dan silikon.
Meski memiliki bobot lebih ringan dan bukan dibuat dari bahan stainless steel, kata Agus, hal ini bukan berarti akan menurunkan kualitas dan mengabaikan keselamatan. Semuanya telah dirancang dan dihitung sedemikian rupa dengan berbasis empat aspek wajib yang melekat, yaitu RAMS atau Reliability (keandalan), Availability (ketersediaan), Maintainability (pemeliharaan), dan Safety (keamanan).
Selain itu, lingkup riset yang dilakukan tim peneliti juga termasuk riset untuk desain envelope cabin dan kokpit, studi human factors engineering and ergonomics, pengujian aerodinamis, serta perancangan dan pengujian struktur carbody. Hasil riset ini selain menghasilkan prototipe desain kereta cepat, juga ada data analisis engineering Computational Fluid Dynamics (CFD) dan Finite Element Analysis (FEA)—metode analisis desain. Termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan animasi 3D kereta cepat.
“Proyek kereta cepat memang sebuah ‘state of the art’ dari teknologi kereta api. Puncak dari industri perkeretaapian adalah ketika bisa membuat dan merancang kereta api, terlebih ini adalah teknologi kereta cepat,” kata Agus yang juga ikut merancang desain LRT Jabodebek.
Sebagai informasi, pengembangan kereta cepat ini merupakan hasil kolaborasi dari banyak pihak dan lembaga nasional di Indonesia. Para peneliti ahli tersebut berasal dari Departemen Desain Produk Industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA, dan Lembaga Pengelola Dana pendidikan (LPDP). Penelitiannya sendiri dilakukan selama tiga tahun yang didanai sebesar Rp 4,895 miliar melalui skema Riset Inovatif Produktif (RISPRO) Kompetisi dari LPDP.
Saat ini, riset rancang bangun dan prototipe Kereta Cepat Merah Putih telah melalui serangkaian tahap analisis dan uji digital yang siap dilanjutkan dengan proses produksi fisik. Biaya produksi untuk dua car body kereta cepat ini diperkirakan tidak kurang dari Rp 80 miliar. Adapun proses produksi dilakukan oleh PT INKA di Madiun, Jawa Timur, yang ditargetkan rampung pada 2025 dan melalui uji coba sistem pada 2026.
Selanjutnya: Kereta Cepat Jakarta-Surabaya sudah masuk...