Ervan juga mengatakan sudah berdiskusi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal sumber dana yang berasal dari passanger service charge atau PSC (biaya layanan penumpang), seperti toilet dan lainnya. Karena, dalam satu hari Bandara Ngurah Rai bisa kedatangan hingga 58 ribu orang.
Skema pembiayaan itu akan melibatkan PT Angkasa Pura I (Persero), Pemerintah Provinsi Bali, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Bahkan, kata Ervan, hal itu juga sudah dibicarakan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan. Beban PSC untuk wisawatan sebesar US$ 10 yang akan dimasukkan ke dalam tiket pesawat.
“Karena penerbangan di Bali itu 60 persennya internasional dan internasional US$ 10 di tiket itu enggak ada artinya. Ketika extended, waktunya bisa lebih pendek, tadinya 2 jam jadi 15 menit. Hitung-hitungannya, bukan dari spending dulu, tapi dari revenue-nya,” kata Ervan.
Dia melanjutkan bahwa setelah dihitung dengan 85 ribu orang turis yang datang maka bisa menghasilkan sekitar Rp 2 triliun. Misalnya nilai proyek pembangunan Rp 5 triliun, artinya kurang lebih bisa dihasilkan dari pendapatan selama tiga tahun. “Oh ketemu arahannya PSC, kami simulasikan dapat revenue-nya.”
Adapun otoritas pemberian PSC nantinya akan diatur oleh Kementerian Perhubungan. Namun hal itu masih perlu diuji. Dengan US$ 10, jika layanannya lebih baik dampaknya akan benar-benar dirasakan wisatawan yang datang ke Bali.
“Nanti bisa kami tetapkan sehingga kepastian usaha investasi terhadap moda transportasi ini menjadi visible. Itu satu, belum land value capture, kami belum hitung,” tutur Ervan.
Pilihan Editor: Hari Kedua Usai Diluncurkan, Tidak Ada Transaksi di Bursa Karbon