TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu menjelaskan kabar anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN yang disebut menjadi penjamin Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
"Itu pakai penjaminan memang, jadi kita menjamin utangnya PT KAI," kata Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Wahyu Utomo saat ditemui di Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Jumat, 22 September 2023.
Dia menjelaskan APBN bukan memberikan utang, tapi menjamin utang PT KAI. "Dijamin itu artinya diyakini bahwa kualitas kemampuan mengembalikan PT KAI cukup bagus," beber Wahyu.
Hal ini, lanjut dia, untuk menjaga kepercayaan diri saja. Lebih jauh, dia optimistis KAI akan bisa mengembalikan pinjaman tersebut.
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, ikut menjelaskan perihal Peraturan Menteri Keuangan atau PMK Nomor 89 Tahun 2023 yang menuai kritik. Beleid itu mengatur pelaksanaan pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana KCJB.
Menurut Prastowo, PMK 89 itu bukan yang pertama. Sebab, pemerintah sudah biasa memberikan penjaminan proyek infrastruktur.
Contohnya adalah Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Batu Bara PT Perusahaan Listrik Negara (Perseo) atau PT PLN 10.000 megawatt tahap 1 dan 2, Proyek Jalan Tol Trans Sumatera, Proyek LRT Jabodebek, Proyek Geothermal atau PLTP Dieng 2 dan Patuha, Proyek Penguatan Jaringan Kelistrikan, dan sebagainya.
“Lalu masalahnya di mana? Tidak ada. Selama ini dijamin aman karena tata kelola dan manajemen risiko sangat dijaga. Yang bermasalah itu pikiran jorok, seolah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digadaikan ke Cina,” kata cuit Prastowo melalui akun Twitter-nya @prastow, dikutip Jumat.
Prastowo lantas merincikan delapan poin penjelasan soal aturan yang diteken Sri Mulyani dan berlaku pada 11 September 2023 itu. Pertama, pada dasarnya, pemerintah memberikan penjaminan kepada PT KAI sebagai pemegang saham mayoritas kereta cepat agar dapat meningkatkan reputasinya ke pemberi pinjaman.
Tujuannya, kata dia, untuk meningkatkan kepercayaan pemberi pinjaman terhadap proyek yang terkait sehingga dapat mengurangi biaya pinjaman. “Jelas ya, yang meminjam PT KAI ke kreditur, bukan pemerintah, apalagi seolah APBN langsung digunakan,” ujar Prastowo.